Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mustahil Berdamai dengan Covid-19 Tanpa Berdamai dengan Diri Sendiri

21 Mei 2020   04:19 Diperbarui: 21 Mei 2020   10:54 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdamai dengan dengan orang lain itu mudah. Kita cukup mendatangi seseorang, berjabat tangan sambil mengungkapkan penyesalan, permohonan maaf, dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi suatu perbuatan yang menyebabkan konflik. Kedua pihak berjanji membangun kembali hubungan antarpersonal yang baik. Persoalan tulus atau tidak, siapa tahu. Dalam hati, siapa tahu. Yang penting peristiwa itu disaksikan dan didokumentasikan. Itu saja!

Berbeda dengan berdamai dengan diri sendiri. Mengapa? Berdamai dengan diri sendiri membutuhkan kesadaran dan kemauan diri untuk mengoreksi diri, kemudian membangun niat untuk memperbaiki kelemahan diri agar tidak terulang lagi di kemudian hari. Bisakah?

Mengelolah Pikiran dan Emosi sebagai Dasar 

Akar dari segala tindakan dan tutur kata adalah pikiran dan emosi. Pikiran dan emosi yang dikelolah dengan baik akan melahirkan perbuatan dan tutur kata yang menimbulkan ketenangan, kegembiraan dan keharmonisan. 

Sebaliknya, pikiran dan emosi yang tidak dikelolah dengan baik akan melahirkan perbuatan dan tutur kata yang merugikan, mengecewakan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri maupun orang lain. Karenanya, agar bisa berdamai dengan diri sendiri, kita mengenali terlebih dahulu pikiran dan perasaan kita sendiri.

Berdamai dengan diri sendiri dilakukan dengan (1) percaya pada diri sendiri, (2) pahami pikiran sendiri, (3) peduli dengan diri sendiri, (4) Jangan terlalu ambisius, (5) Sadar bahwa kekecewaan bagian dari hidup, (6) Hadapi rasa takut (HelloSehat, 26/5/2019), dan (7) Perteguh kebutuhan rohani 

Berikut ini saya mencoba menunjukkan kaitan antara ketujuh cara berdamai dengan diri sendiri di atas dengan berbagai tindakan-tindakan  yang menyebabkan "Indonesia Terserah". Dengan begitu, kita bisa mengetahui bahwa berbagai tindakan masyarakat yang melanggar protokol penanganan Covid-19 hanya bisa diperbaiki dengan terlebih dahulu berdamai dengan diri sendiri.

Pertama, percaya pada diri sendiri. Kita percaya bahwa kita memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. Percaya diri memunculkan keberanian kita untuk mencoba melakukan sesuatu. Jika ternyata perlakuan kita salah, kita menjadikannya sebagai pengalaman untuk memperbaiki diri. Apakah saya pernah melakukan kesalahan selama pandemi corona?

  1. Saya bermaksud pulang kampung tapi disuruh putar balik
  2. Saya membiarkan Istri/anak duduk di jok mobil depan bersama saya
  3. Saya pernah marah-marah  petugas di pos pemeriksan suhu badan saya.
  4. Saya menolak untuk mobil saya disemprot dalam kamar desinfektan
  5. Saya menjadi pembawa virus corona karena pulang kampung

Kedua, pahami pikiran sendiri. Hendaknya kita selalu sadar bahwa tidak semua pemikiran itu positif. Kita juga mempunyai pikiran negatif. Tetapi, tidak baik kalau kita membiarkan pikiran negatif berlangsung di dalam kepala kita.

  1. Saya curiga dengan langkah ketua RT, RW dalam menangani corona di lingkungan saya
  2. Saya nyingir terhadap pengurus RT dan RW
  3. Saya nyingir terhadap pemerintah dalam menangani pandemi corona
  4. Saya pernah menyebarkan berita bohong
  5. Saya pernah sombong atau sesumbar bahwa saya tidak akan terpapar virus corona.
  6. Saya pernah menumpuk masker padahal orang lain kekurangan

Ketiga, peduli dengan diri sendiri. Kita cenderung memikirkan kepentingan atau kebutuhan orang lain. Kepentingan kita sendiri dinomorduakan. Padahal, pikiran ini justru membuat kita mengecilkan diri sendiri, sehingga menimbukan efek negatif pada diri kita.

  1. Sedang hamil tapi tetap bekerja sebagai tenaga medis
  2. Sakit tapi paksa diri kerja
  3. Saya tidak memakai masker saat keluar rumah
  4. Saya tidak mencuci tangan dengan air sabun/sanitizer
  5. Saya pernah melarikan diri dari rumah sakit karena positif corona
  6. Saya pernah menolak untuk rapid test.
  7. Saya tidak melakukan isolasi mandiri di rumah
  8. Saya beribadah bersama umat lainnya di rumah ibadat.
  9. Saya pernah mengundang teman ke rumah saya.
  10. Saya pernah berkunjung ke rumah teman
  11. Saya berjabatan tangan dengan orang lain
  12. Saya berkumpul dengan teman-teman
  13. Saya bertemu dengan teman-teman di mall
  14. Saya mengendarai motor tanpa memakai masker
  15. Saya mengendarai mobil tanpa memakai masker

Empat,  jangan terlalu ambisius. Berambisi untuk meraih sesuatu itu positif, karena ambisi memotivasi kita untuk terus berjuang. Namun, seringkali kita tidak mengukur kemampuan diri sendiri. Ketika kita tidak berhasil meraih ambisi, kita menjadi putus asa, bahkan menyakiti diri kita sendiri.

  1. Saya bermaksud pulang kampung tapi disuruh putar balik di tengah perjalanan.
  2. Saya pernah sombong atau sesumbar bahwa saya tidak akan terpapar virus corona.
  3. Saya diberi kuasa oleh Tuhan untuk menyembuhkan penerita corona
  4. Saya mendaftarkan anggota keluarga atau kerabat dekat untuk menerima bansos

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun