Banyak sekolah swasta terpaksa ditutup, dan banyak juga yang hingga saat ini boleh dikatakan "hidup tak segan, mati tak mau",  disebakan oleh kelemahan sistem pengelolaan sekolah oleh  kepala sekolah.Â
Kelemahan ini terutama terletak pada ketidakmampuan kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai  edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan sebagai motivator.
Faktor eksternal pun menjadi penyebab melemahnya sistem pengelolaan sekolah, yaitu sitem pengangkatan kepala sekolah. Harus kita akui bahwa pengangkatan kepala sekolah pada sekolah-sekolah negeri melalui tahapan seleksi yang ketat, sesuai dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang Rekruitmen Calon Kepala Sekolah/Madrasah melalui seleksi administrasi. Bedasarkan permen di atas, tahapan pengangkatan kepala sekolah adalah (1) pengusulan calon, (2) seleksi administratif, dan (3) seleksi akademik.
Sebaliknya, pengangkatan kepala sekolah pada sekolah swasta, terutama sekolah-sekolah kelas menengah ke bawah, dilakukan berdasarkan penunjukan oleh pihak yayasan atau pemilik sekolah.Â
Sudah barang tentu, pengangkatan seperti ini tidak berdasar pada potensi dan prestasi seseorang. Selain itu, pengangkatan kepala sekolah seringkali tidak memperhitungkan latar belakang pendidikan.Â
Sangatlah ideal bahwa seorang kepala sekolah memiliki latar belakang pendidikan pedagogis, yang nota bene mempunyai kompetensi pendidikan dan pengajaran. Pengangkatan kepala sekolah yang tidak sesuai dengan standar kepala sekolah itu yang menjadi cikal bakal kemunduran sekolah.
Maka, tidak mengherankan, Dr. Darmin Mbula, OFM, Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) dalam sebuah seminar di Yogyakarta (Selasa, 28/1/2020) mengatakan bahwa kehancuran sebuah sekolah terletak pada ketidakmampuan kepala sekolag sebagai manajer.
Tantangan bagi Guru
Pembelajaran di abad 21 menuntut adanya revolusi dalam cara mengajar guru. Kemajuan teknologi informasi seperti internet telah mendorong peserta didik mendapatkan berbagai informasi berkaitan dengan materi pembelajaran, bahkan mereka bisa tahu terlebih dahulu sebelum diajarkan guru.Â
Dalam konteks ini peran guru hanya memfasilitasi peserta didik dalam belajar menumbuhkan kompetensi berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi dan kreatif.Guru harus kreatif dan inovatif untuk merancang kurikulum secara fleksibel dan transformatif sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat peserta didik, bukan hanya berdasarkan mata pelajaran dan buku teks.
Pertanyaannya, mampukah guru swasta, kususnya sekolah-sekolah kelas menengah ke bawah merenovasi cara mengajarnya? Permasalahan guru pada sekolah swasta, khususnya sekolah kelas menengah ke bawah, terletak pada proses penerimaan, tuntutan jumlah jam mengajar, kompetensi guru.Â