Pencipta segala
Tabir surya memancar di cakrawala
Bagai orkestra alami  tanpa pandu
Siul cicit burung seperti berlomba dan
Dari kejauhan berdendang suara-suara
Penyerumu dari bait-Mu yang suci
Mengumandangkan kebesaran-Mu.
Di hadapan kami
Kenisbian hari ini menganga.
Tawa, air mata kan merendai pengembaraan hari ini. Â
Kami tidak kuasa menyangkal kan
Membalikkan badan, memutar haluan
Karena waktu kami bersandar pada waktu-Mu.Â
Hanya satu yang kami miliki
Keyakinan teguh bahwa kenisbian ini
Kan mendapatkan ketegaran.
Keyakinan kami, bulat.
Tetap bulat.
Kami tidak sendirian.
Pencipta semesta,
Kami hanyalah setitik debu di
Telapak kaki-Mu. Namun, keegoan, kepura-puraan dan kesombonganÂ
bagai wabah merasuki kenisbian kami.Â
Membiarkan iblis mendudukkan kami pada bubungan bait suci,Â
lalu menjanjikan kekuasaan semu.Â
Jangan biarkan iblis mengangkang di atas kepala kami
Hari ini.
Hati Tak Bertepi,
Dunia kami
Bangsa kami
Menjerit dalam cengkeraman wabah.
Ratap pedih bergema di cakrawala,
Kecemasan, ketakutan terus membengkak
Sambil berharap cemas,Â
kapankah segalanya ini berlalu. Seberat inikah
Kuk terpapar ke pundak negara kami.
Tangan Maha Rahim
Julurkan tangan-Mu
Jamahlah hati-hati yang tengah merintih,
Lutut-lutut yang bertelut,
Bibir-bibir yang pasrah bergerak
Mengharapkan kerahiman-Mu pagi ini.
(Cakung, 1504020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H