Puisi bisa menjadi media protes sosial yang membawa transformasi tetapi bukan sebaliknya sebagai wadah mengungkapkan kebencian yang tidak realistis.Â
Oleh karena itu prinsip seni kontemporer ialah bebas berekspresi dan berkreasi tetapi tidak bebas nilai. Puisi harus menambah khazanah keindahan yang lahir dari kejujuran mencipta sehingga orang juga merasa dinafkahi oleh puisi.
Merawat Imajinasi
Sebagai akhir, kita sekalian diajak untuk senantiasa merawat imajinasi agar tidak keropos dimakan "ngengat" kemapanan. Membongkar sebuah kepastian ialah jati diri penyair.Â
Berziarah ke dunia "lain" yang bisa juga terkesan 'gila' dan tidak waras lalu mulai duduk di beranda kesempatan menenun inspirasi. Lebih jauh, merawat imajinasi ialah mencumbui keheningan.
Dunia imajiner bukan fantasi yang menorobos segala kemungkinan-jauh dari realitas hidup melainkan penyatuan segala kemungkinan yang memperdamaiakan rasa dan logika.Â
Jika demikian maka, puisi bisa menjadi sebuah 'karisma dan nafas' hidup setiap kita dalam menggerus derap hidup ini. Kata apapun bisa menjadi puisi, kapan dan dimanapun puisi juga dapat tercipta asalkan : " Kita mati dan hidup secara kreatif di dalam kata". Syalom.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H