PEMALSUAN DOKUMEN DALAM KONTEKS TPPO
Oleh: Paul SinlaEloE -- Aktivis PIAR NTT
Tindak Pidana Perdagangan Orang(TPPO) merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.Selain itu, TPPO juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari kejahatan terhadap harkat dan martabat manusia.Â
Saat ini, TPPO telah memakan banyak korban dan terjadi secara meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi.
Kejahatan terkait perdagangan orang ini terjadi dengan melibatkan tidak hanya orang perseorangan, tetapi juga korporasi, kelompok terorganisir dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku TPPO memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri, tetapi juga antar negara.
Salah satu modus yang sering dan banyak dipergunakan dalam praktek TPPO adalah pemalsuan dokumen. Pemalsuan dokumen dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO) diatur dalam Pasal 19 dan diklaster sebagai salah satu bentuk tindak pidana lain yang berkaitan dengan TPPO.Â
Dalam rangka pemberantasan TPPO, memahami pemalsuan dokumen dari aspek ilmu hukum pidana adalah mutlak diperlukan.
Memaknai Pasal 19 UUPTPPO
Secara substansi, Pasal 19 UUPTPPO pada intinya mengatur dan melarang setiap orang supaya tidak memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain, untuk mempermudah terjadinya TPPO.Â
Bagi yang melanggar amanat Pasal 19 UUPTPPO ini, akan dipidanadengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).