Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perwira Militer Menduduki Jabatan Sipil

11 Oktober 2024   19:40 Diperbarui: 11 Oktober 2024   22:28 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perwira Militer dan Polisi Menduduki Jabatan  Sipil

Beribu perwira aktif di tubuh TNI dan Polri yang akhirnya meneruskan karir,  perjuangan, dan pekerjaan di ranah sipil. Beberapa hal masih layak dipahami, seperti di Kemenhan, Kejaksaan, ketika berkaitan dengan penuntutan kasus kejahatan dari lembaga yang sama. Atau lembaga negara yang memang membutuhkan kerja tangkas, komando cepat seperti Basarnas, BNPB, BNN, dan sejenisnya.

Beberapa yang kurang tepat mengisi di Kemendagri, Kemenhub, dan lembaga yang memang sudah seharusnya jenjang karir dari lembaga dan kementerian tersebut. Persaingan yang  tentu tidak sehat dari internal, ketika tiba-tiba ada drop-dropan yang tidak dimengerti dari mana asalnya. Dunia yang sangat berbeda.

Politisasi, lihat saja berapa banyak purnawirawan yang bergabung dalam partai politik, masuk dalam badan atau tim pemenangan dalam pilpres, pilkada, dan tidak sedikit yang langsung menjadi pengurus teras partai pun menjadi calon gubernur, walikota-bupati, dan menteri. Jabatan-jabatan yang selayaknya milik atau jatah sipil. Sayang era Orba malah balik dan menguat lagi.

Dalih, militer dan polisi yang sudah pensiun kembali  menjadi sipil. Padahal ini adalah dalih kegagalan parpol dalam membangun sistem dan kaderisasi. Tidak ada kader yang cukup mumpuni untuk bisa menang dalam gelaran pilihan ini dan itu. Potong kompas   mengambil yang sudah ada, meskipun itu pensiunan, waktunya ngaso.

Kelebihan stok, over produksi. Mengapa demikian, dalihnya adalah bottleneck dalam jenjang karir di militer dan polisi. Hal ini ada dua hal yang membuatnya demikian. Jabatan yang diemban tidak  bertambah, namun adanya perpanjangan usia pensiun menjadikan banyak perwira yang nonjob, karena masih dihuni oleh seniornya, yang harusnya sudah pensiun, namun masih diperpanjang.

Kedua, karena rekruitmen tidak pernah dikurangi . Setiap tahun ratusan calon dari AKMIL, AAL, AAU, dan Akpol. Belum lagi dari SEPA dari sarjana, mereka ini pasti berujung pada perwira tinggi, dan kursinya terbatas. Jika memang usia diperpanjang, artinya yang masuk atau seleksi per tahunnya dikurangi.

Benar, seleksi alam dalam jenjang karir itu tidak bisa diprediksikan. Toh masih bisa dianalisis setiap tahunnya yang mandeg, mejen, dan tidak kuat itu ada berapa banyak. Sederhana kog, mosok zaman digital pemikiran masih manual.

Dampaknya. Persaingan internal Polri dan TNI yang makin sengit sangat mungkin tidak lagi sehat. Tidak heran banyak jenderal yang berakhir di bui, sebagaimana Sambo dan Minahasa. Tentu tidak hendak berpikir buruk, sangat mungkin masih banyak yang tidak apes sebagaimana mereka berdua.

Terbuka kemungkinan membuat birokrat di jenjang sipil menjadi frustasi bahkan depresi. Bagaimana tidak, sudah membangun karir sekian lama, eh tiba-tiba jobnya diisi dari dua lembaga lainnya tersebut.

Semua dibeayai oleh anggaran negara. Padahal masih banyak kebutuhan mendesak untuk masyarakat yang membutuhkannya. Padahal angaran itu pastinya terbatas.

Begitu banyak tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar, namun banyak pejabat dan elit itu sampai dobel bahkan tripel pekerjaan, jabatan, dan pastinya tunjangan. Tidak heran desas-desus untuk naik jabatan, pangkat, di dunia birokrasi, polisi, atau militer itu perlu banyak sangu. Hal ini tentu saja tidak sehat, namun bagaimana mau bersih, ketika semua sudah kotor.

Kompas.id
Kompas.id

Kementerian PAN RB yang sudah ada sekian lama juga belum bisa memperbaiki birokrasi yang efisien dan efektif. Benar sudah banyak hal bagus, ada peningkatan, namun belum sepenuhnya diakui baik adanya. Sebenarnya gampang kog, contoh saja kinerja swasta, bank swasta, sekolah swasta, perusahaan swasta. Mereka bisa bagus karena memang kinerjanya yang baik. Wajar hasilnya juga pekerja-pekerja tangguh.

Mau mereformasi birokrasi sederhana, uji ulang setiap lima tahun. Adakah promosi dan degradasi, atau buang sekalian, ganti yang baru. ASN, dan birokrat sering berkinerja di bawah standar, namun tetap saja masih dibayarin negara.

Diperparah politisasi, kinerja ala timses, raja-raja kecil yang merusak jenjang karir di daerah-daerah. Pegawai standart rendah namun timses, bisa dijamin aman, bahkan naik jabatan dengan mudah. Pegawai bagus, kinerja oke karena dari kubu rival, jangan harap bisa mendapatkan promosi yang semestinya.

Ideologi agamis juga ikut terlibat di dalamnya. Rasionalitas yang harusnya menjadi pendukung utama malah lemah. Seleksi dan  jabatan berbasis agama, bukan kompetensi. Tentu saja ini aturan dan syarat tidak tertulis. Pancasila ke mana coba? Negara selama ini diam saja. Padahal sudah merajalela.

Sistem pendidikan yang berkutat pada hafalan dan belum cerdas juga memperparah keadaan. Mentalitas instan, potong kompas, dan itu semua dipertontonkan dengan sangat gamblang. Wajar banyak yang pesismis tentang masa depannya.  Memilukan sebenarnya. Apalagi negeri ini kaya raya akan sumber daya alam.

Pengelola yang buruk, dasar pemahamannya juga jelek, membuat keadaan tidak lebih baik. Malah cenderung memburuk.

Bagaimana sebaiknya?     

Sadari bahwa ada masalah. Akui dengan  jujur dan kemudian adakan perbaikan. Salah itu wajar, namun akui dan ubah itu. Selama ini kan  yang ada malah sebaliknya, tidak menyadari apalagi mengakui jika ada kesalahan. Selalu bersikukuh baik-baik saja, tidak ada yang salah, dan benar adanya.

Jika benar, tentu negara ini sudah sangat maju. Toh tidak demikian. Maju sedikit, kemudian mundur lagi sekian banyak.

Perjuangan reformasi pelan-pelan tergusur dan kembali ke masa lalu. Miris.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun