Semua dibeayai oleh anggaran negara. Padahal masih banyak kebutuhan mendesak untuk masyarakat yang membutuhkannya. Padahal angaran itu pastinya terbatas.
Begitu banyak tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar, namun banyak pejabat dan elit itu sampai dobel bahkan tripel pekerjaan, jabatan, dan pastinya tunjangan. Tidak heran desas-desus untuk naik jabatan, pangkat, di dunia birokrasi, polisi, atau militer itu perlu banyak sangu. Hal ini tentu saja tidak sehat, namun bagaimana mau bersih, ketika semua sudah kotor.
Kementerian PAN RB yang sudah ada sekian lama juga belum bisa memperbaiki birokrasi yang efisien dan efektif. Benar sudah banyak hal bagus, ada peningkatan, namun belum sepenuhnya diakui baik adanya. Sebenarnya gampang kog, contoh saja kinerja swasta, bank swasta, sekolah swasta, perusahaan swasta. Mereka bisa bagus karena memang kinerjanya yang baik. Wajar hasilnya juga pekerja-pekerja tangguh.
Mau mereformasi birokrasi sederhana, uji ulang setiap lima tahun. Adakah promosi dan degradasi, atau buang sekalian, ganti yang baru. ASN, dan birokrat sering berkinerja di bawah standar, namun tetap saja masih dibayarin negara.
Diperparah politisasi, kinerja ala timses, raja-raja kecil yang merusak jenjang karir di daerah-daerah. Pegawai standart rendah namun timses, bisa dijamin aman, bahkan naik jabatan dengan mudah. Pegawai bagus, kinerja oke karena dari kubu rival, jangan harap bisa mendapatkan promosi yang semestinya.
Ideologi agamis juga ikut terlibat di dalamnya. Rasionalitas yang harusnya menjadi pendukung utama malah lemah. Seleksi dan  jabatan berbasis agama, bukan kompetensi. Tentu saja ini aturan dan syarat tidak tertulis. Pancasila ke mana coba? Negara selama ini diam saja. Padahal sudah merajalela.
Sistem pendidikan yang berkutat pada hafalan dan belum cerdas juga memperparah keadaan. Mentalitas instan, potong kompas, dan itu semua dipertontonkan dengan sangat gamblang. Wajar banyak yang pesismis tentang masa depannya. Â Memilukan sebenarnya. Apalagi negeri ini kaya raya akan sumber daya alam.
Pengelola yang buruk, dasar pemahamannya juga jelek, membuat keadaan tidak lebih baik. Malah cenderung memburuk.
Bagaimana sebaiknya? Â Â Â
Sadari bahwa ada masalah. Akui dengan  jujur dan kemudian adakan perbaikan. Salah itu wajar, namun akui dan ubah itu. Selama ini kan  yang ada malah sebaliknya, tidak menyadari apalagi mengakui jika ada kesalahan. Selalu bersikukuh baik-baik saja, tidak ada yang salah, dan benar adanya.