Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

16 Tahun Kompasiana, 10 Tahun Belajar darinya

8 Oktober 2024   14:10 Diperbarui: 8 Oktober 2024   14:12 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

16 Tahun Kompasiana, 10 Tahun Saya Ada di Sana

Selamat Kompasiana

Usia 16 tahun sebuah capaian luar biasa. Beranggotakan beraneka ragam latar belakang, kepribadian, dan juga status sosial. Perintis jurnalisme warga yang kini media-media lain mengikuti.  Sebuah gagasan besar, di mana pewarta sering gamang mau menuliskan opini dan pendapat pribadi, memperoleh ruang. Tidak hera banyak wartawan yang juga "nyambi" di Kompasiana.

Interaksi yang sangat cair, hangat, dan saling mendukung artikel rekan sangat bagus untuk mengembangkan  kepercayaan diri dalam menulis. Era di mana saling komentar, tukar link, dan dukungan dalam bentuk vote, komentar, saling kunjung, membuat menulis sangat menggembirakan dan menggairahkan.

Bersama Kompasiana apa sih yang kudapat?

Keberanian

Berani menuliskan opini. Membuat opini dengan gaya menulis bebas, free writing, dengan konsekuensi ditegur teman karena banyakan salah ketik, typo. Memang saya nyaman dengan gaya ini, beberapa kali apresiasi saya terima. Membaca tulisan Mbah Susy seperti didongengi langsung. Konteks berani yang lain komentar seorang rekan yang menanyakan, apakah saya pernah dipanggil Bareskrim, mengapa? Katanya tulisan saya ngajak gelut.

Awalnya saya menuliskan selugas sekarang menggunakan dongeng. Kisah politik dikemas dalam sebuah dongeng, karena belum tahu seperti apa dunia ini. Sekarang ya  lanjut saja.

Berani dalam konteks lain adalah, mempertanggungjawabkan tulisan. Jangan tanya tulisan dihapus, karantina, atau label dicabut bukan barang baru. Itu adalah konsekuensi atas pilihan menulis dengan lugas. Pernah ada yang mengirimkan dipesan sebuah media sosial, katanya kalau menulis mengenai partai mersi mbok yang obyektif. Saya jawab, semua tulisan pasti tidak akan bisa seperti yang dia bayangkan, ya silakan tulis  versi yang diinginkan.

Semakin berani mengembangkan tulisan di tempat lain. mempunyai web sendiri, Katolikana, Bramin.net, Spartan Nusantara, Pepnews dulu juga web bersama beberapa teman Kompasianer memiliki situs sendiri. Belum seberani untuk menuliskan di media yang lebih  gede.

Ketrampilan

Jelas ketrampilan menulis sangat terasah. Membuat tulisan apapun bentuknya relatif mudah dalam menuangkan gagasan, ide, ataupun opini. Jauh lebih cepat dalam menuangkan gagasan dalam tulisan. Pun ketika harus berbicara di depan umum, pekerjaan juga menuntut itu, tukang rekoleksi dan juga guru. Sangat terbantu dengan ketrampilan ini.

Memilah dan memilih, menjadikan tulisan enak, ringan, dan memberikan    hal baru. Pembeda dengan tulisan-tulisan lain yang banyak beredar. Tanpa kekhasan dan perbedaan, tulisan akan lewat.

Termasuk menanggapi komentar jauh lebih smart, nyantai, dan kapan kudu tegas dan galak kadang juga penting. Wong sering yang komen itu sama sekali tidak nulis.

Hal yang tidak kalah perlu terampil adalah agar lolos sensor. Pilihan kata, judul, dan tema sangat menentukan. Di sini juga kemampuan melihat peluang di mana tulisan bisa mendapatkan banyak pembaca. Mau web pribadi, Kompasiana, atau situs lain. Perlu jeli dan terampil tentu saja

Terampil pula mengolah kata dan kalimat, sehingga tidak dianggap menista, menghina, atau menyenggol agama. Kalau Kompasianer minoritas tidak boleh tersinggung. Berkali ulang hal tidak adil itu terjadi.

Keberuntungan

Konon kata orang beriman tidak boleh mengatakan keberuntungan. Kehendak Allah itu yang pas. Toh dalam menulis di Kompasiana, kata ini tepat. Bagaimana saya menuliskan Pluralisme itu Haram?  Pada awal-awal menulis, pertama masuk trending artikel dan akhirnya pembaca 1000-an. Gemetar karena komentarnya ngeri-ngeri. Profesor pulak yang menanggapi dalam komentar jauh lebih panjang. Mau merespons seperti apa saja bingung.

Usai tulisan itu menjadi sering TA dan NT yang berkesempatan masuk layar utama dan dilihat yang membuka K. Keterbacaan jelas lebih besar peluangnya. Ini pasti sebentuk marketing bagi pengelola. Masa lalu yang membawa dalam kebiasaan menulis.

Menjawab Kegelisahan

Keadaan hidup bersama sering tidak baik-baik saja. Intoleransi demikian marak. Nah, berita media sering hanya berita, 4W 1H, susah mau memberikan pembelajaran hidup bersama. Keberadaan Kompasiana adalah wadah untuk menyerukan itu.

Pun keprihatinan dalam bernegara, sikap politikus, pejabat yang sering ngaco. Mengulas hal itu sangat mengasyikkan.  Memberikan inspirasi bagi beberapa pembaca, terlihat dari komentar dan tanggapan mereka. Padahal sudah banyak diulas, namun ada sisi lain yang belum terkupas.

Sering juga mewakili rekan atau pembaca yang tidak bisa menuliskannya. Ketrampilan ini yang sering tidak mudah. Ketika memberikan pelatihan pada guru SD dan SMP, mereka bertanya apa tip dan triknya, lha huruf hanya 26 tinggal dibolak-balik kan jadi kata dan nantinya kalimat, beberapa kalimat jadi alinea. Sesederhana itu. Latihan menulis sejak  SD atau TK, mosok sudah jadi guru, sarjana pula masih perlu latihan menulis? He..he..

Sewindu lalu menjadi Kompasianer best in opinion.

Tepat delapan tahun 8 Oktober 2016.  Capaian yang sama sekali tidak terduga; lha saya ini siapa sih di belantara Kompasiana. Waktu itu ngeri-ngeri di kanal politik. Sama sekali tidak berpikir akan bisa mendapatkan kehormatan itu.

Pada 2019 memperoleh pembaca terbanyak sepanjang tahun,  mencapai 400. 000 lebih pembaca. Hal yang sama sekali tidak terduga.  Bisa jadi bagi penulis lain itu hal yang kecil. Luar biasa besar bagi saya.

Kini artikel sudah lebih dari 3000, hampir 3500, pembaca lebih dari 3000.000, selama lebih dari 10 tahun, tepatnya 10 tahun, 4 bulan, 6 hari. Pembaca satu artikel terbanyak 30 ribu, tersedikit yang dua digit, alias puluhan.

Perjumpaan dan persaudaraan

Luar biasa, bisa bekerja sama dan kenal dengan orang-orang sangat besar. Menulis bareng dengan penulis-penulis top, bukan sekadar klaim, namun beneran. Komunitas yang berlanjut dalam media komunikasi personal.

Selamat Kompasiana, tetap kokoh, dan      berlanjut terus dalam memberikan semangat pada para pemula.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun