Guru Agama, Ada Apa dengan Kalian?
Humanisme Guru Agama itu Penting
Beberapa hari terakhir, media sosial dibanjiri pembicaraan mengenai guru agama. Ada guru agama yang membuat peserta didiknya meninggal karena diminta squat jump, seratus kali yang berujung meninggal. Guru yang lain melempar muridnya dengan kayu berpaku yang akhirnya juga membuat si murid tewas.
Saya hanya relawan untuk mengajar dan mendidik Pendidikan Agama Katolik. Rekan  masa kuliah dan juga guru di beberapa sekolah baru saja mengeluhkan bagaimana memberikan motivasi pada kaum muda untuk tertarik menjadi Guru Agama Katolik.
Jawaban saya, buat pelajaran semenarik mungkin, anak-anak kangen dan menunggu-nunggu momen pelajaran agama, karena menyenangkan dan mendapatkan apa yang mereka harapkan. Selama ini pelajaran agama membosankan, karena pasti ceramah dan diberi wejangan macam-macam. Membosankan.
Kehadiran guru adalah kesaksian. Bagaimana mereka bukan hanya pendidik, apalagi pengajar, namun teladan dalam banyak segi. Terutama, saat ini adalah kedisiplinan, kerapian, dan kemampuan dalam menjadi fasilitator. Â Kekayaan ilmunya harus mumpuni, anak-anak sekarang sangat cerdas, kritis, dan jika guru model lama, pasti akan lewat.
Pelajarannya menarik. Nah ini, sering tidak gampang. Konflik kepentingan dan kemampuan antara guru dan murid. Menjembatani hal ini, akan menjadikan pelajaran agama akan menyenangkan.
Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang terjadi paa hari-hari ini, bagaimana guru agama malah menjadi pihak yang seolah menjadi hakim dari surga. Tentu bukan dalam hal mau menghakimi, sebuah opini bagaimana peran guru agama itu penting.
Kisah pertama, siswanya tidak hafal ayat Kitab Suci, dihukum squat jump, 100 kali. Apa sih esensi hafalan? Ingat konteks ini adalah Kristen, bukan Islam yang basisnya hafalan. Sangat naif, ketika P5 didengung-dengungkan, kurikulum Merdeka dengan menjadikan murid adalah pusat, malah siswa meregang nyawa karena hukuman guru.
Kisah kedua, siswa tidak melakukan ritual keagamaan, dilempar kayu berpaku dan meninggal. Miris, bagaimana anak disekolahkan untuk memperoleh bekal hidup, skil, kemampuan, ketrampilan, dan pastinya pengetahuan, eh malah tragis. Meninggalkan karena dihukum.