Memelihara Landak Pidana, Perizinan, dan Kehendak Baik
Lagi ramai perbincangan mengenai pemelihara landak jawa yang diancam pidana lima tahun dan denda 100 juta rupiah. Satu sisi benar, bahwa terdakwa ini melanggar hukum karena merawat binatang dalam status darurat langka karena hampir punah. Â Satu sisi penegakan hukum, pada sisi lain kepedulian pada satwa termasuk lingkungan.
Menemukan bayi binatang, dirawat, dan bisa melahirkan. Artinya ada upaya baik, bukan hasil berburu dan kemudian mati. Bisa dibandingkan dengan para elit yang memelihara hewan tidak kalah langka, namun berujung kematian. Identik dengan tanaman bunga yang merana di tangan para penyukanya.
Benar, UU ya UU tidak akan ada nilai pembenarnya. Apa yang dilakukan pemelihara landak itu. Toh konon  ada restorative justice, keadilan restoratif, di mana menyelesaikan pidana dengan cara-cara yang berbeda,tidak pemidanaan. Ada upaya lain yang memberikan efek jera dan juga efek taat hukum.
Belum lagi jika bicara  mengenai pola pendekatan hukum pada kasus-kasus yang lain. Lihat mana  ada pidana pembubaran atau penghentian ibadah kelompok minoritas. Palingan dikatakan salah paham, minta maaf, meterai cemban dan selesai. Padahal dampaknya jauh lebih buruk dan merusak.
Konteks yang lain, lihat saja penistaan agama minoritas, apa yang dilakukan penegak hukum, muter-muter dan akhirnya publik puyeng dan lupa. Selesai tanpa adanya tindakan sama sekali. Lain jika pelaku adalah minoritas pada agama gede, pasti akan dilanjutkan dengan segera.
Bicara masalah lebih krusial pasti penegak hukum hanya muter-muter mengenai istilah dan kemudian melenyap. Kasus korupsi sering kek kapur barus, menghablur tanpa jejak. Pembicaraan jet pribadi sudah menguap tanpa rimba. Penegak hukum ketika bicara kasus korupsi, apalagi melibatkan elit bertingkah kek anak sekolah yang belajar menulis dan membaca. Ilmu komunikasi dan hukumnya tidak jelas.
Ketika mentok dan harus ke pengadilan, dagelan demi dagelan juga tersaji. Para terduga yang disebut pun aman sentosa. Entah yang terjadi di balik itu semua. Vonisnya pun para sarjana dan pasca sarjana hukum ini lupa, pasal dan putusannya. Kadang membuat rakyat muak.
Tentu masih ingat kisah pembunuhan Sambo bukan? Publik mengira bahwa hukumannya pasti mati. Toh bisa berubah menjadi  seumur hidup. Pun untuk     Teddy Minahasa yang didakwa menjual barang bukti narkotika, hukumannya apa? Publik paham pakai banget.