Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kunjungan Paus, Paus Mualaf, dan IQ 78

1 September 2024   20:43 Diperbarui: 1 September 2024   20:47 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah film pendek yang berkisah mengenai hujatan atau labeling agama tertentu pada pemeluk yang lain. Ia mengatakan, tidak masalah masuk neraka, dikatakan  ateis, sesat, ataupun kafir. Utama baginya adalah membawa damai sejahtera dan kerukunan dalam hidup bersama.

Nah, kisah di atas, berbanding terbalik dengan apa yang netizen tanggapi dalam artikel atau pemberitaan mengenai paus. Seorang warganet mengatakan, bahwa ia melihat 90% komentar di media yang membahas kunjungan paus berisi doa untuk paus mualaf.  Mengapa  layak dicermati?

Ada pemikiran bahwa  beragama sudah selayaknya jika berbahagia bersama yang sedang bersuka cita dan bersedih bersama yang sedang berduka. Lha bagaimana ini, malah berdoa yang bagi pihak lain menyedihkan? Apakah hal ini tidak sama saja dengan berduka padahal pihak lain sedang  berbahagia?

Menyakiti dan menyinggung tentu saja bukan ajaran dan perintah agama. Apa iya sih Tuhan demikian sempit dan egois sehingga hanya maunya seragam dan satu saja di dunia ini? Aneh dan   ajaib ketika Allah Yang Mahabesar itu malah kerdil karena pemaksaan kehendak segelintir pihak.

Beragama sudah seharusnya berpikir menyatukan, mendapatkan persamaan, bukan malah mengedepankan dan membesar-besarkan perbedaan, yang seharusnya diminimalisasi. Bentuk toleransi, menghargai pihak liyan dan sesama manusia.

Agama tidak harus mengalahkan kemanusiaan. Bagaimana manusia sedang bahagia, namun beda keyakinan malah dibuat sedih, kan salah kaprah.

Ada lagi mengenai kepercayaan dan keyakinan bahwa paus pada mualaf. Hal yang sama sekali di luar nalar akan sehat orang yang masih mau belajar, mencari sumber informasi. Begitu melimpah sumber berita, mana yang hoax, mana yang  pembelokan fakta, semua gampang diperbandingkan. Tanpa waktu lama akan ketemu.

Melihat perilaku, pilihan-pilihan sikap, dan juga pola tindak dan pola pikir makin memperlihatkan bahwa IQ 78 memang terkonfirmasi. Emosional, marah-maki, sedikit-sedikit tersinggung, ngamukan, dan memperbesar masalah, adalah ciri-ciri intelektual yang masih kurang.

Mudahnya percaya pada berita palsu, padahal dengan mudah diklarifikasi jelas memperlihatkan kelas berpikirnya. Masih terlalu jauh untuk diyakini cukup saja masih terlalu jauh. Memprihatinkan, rendah dan kurang.

Negara ini berdasar Pancasila. Bagaimana falsafah bangsa ini harusnya menjadi rujukan dan juga landasan dalam berpikir, bertindak, dan bersikap di dalam menghadapi perbedaan. Aneh dan lucu, jika selalu saja menggunakan paradigma, pola pikir masing-masing diterakan pada pihak lain.

Kebanyakkan di  antara kita sering menggunakan takaran sendiri, ukuran masing-masing untuk menghakimi, mengukur, dan menilai kepercayaan dan keyakinan pihak lain. Di sinilah sering menjadi bahan polemik dan bahkan pertikaian serta menjadi penistaan agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun