Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Flu Banteng" Menghantui Pilkada

12 Juli 2024   19:48 Diperbarui: 12 Juli 2024   19:51 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cinema.fanpage.it/ferdinand-il-trailer-italiano-la-trama-e-i-personaggi/

"Flu Banteng" Menghantui Pilkada

Tentu saja ini hanya sebuah istilah, tidak berkaitan dengan covid, flu burung, ataupun flu babi. Hanya sebuah istilah yang mau menggambarkan banteng yang sedang letih, lesu, dan lumpuh layuh dalam menghadpi pilkada. Seolah integritas dan ideologinya sudah hilang, sehingga mau mengusung orang-orang yang dulunya dijadikan rival malahan.

Partai berlambang banteng moncong putih ini masih digdaya di pileg dengan menjadi kampiun. Namun terkapar saat pilpres. Malah menjadi juru kunci. Miris sebenarnya. Namun rela atau  tidak, yang terjadi adalah kesalahan strategi yang fatal yang dipilih dan dlakukan oleh PDI-P sendiri.

Partai ini adalah partai nasionalis yang waras di tengah partai-partai nasionalis yang genit dan suka berasyik masyuk dengan gerakan dan golongan ultrakanan. Konsistensi dalam menjaga nasionalisme yang sejati. Sayang, bahwa mereka terlalu lugu dalam berpolitik. Lugu atau maaf bodoh itu kog sepertinya mirip. Lha faktanya ddiulang terus menerus dengan cara yang sama.

Jujur, jika publik mau terbuka dan menerima dengan hati dan pikiran yang terbuka tanpa pretensi akan mengakui bhanya partai ini yang menjunjung tinggi nasionalisme tanpa miring-miring dengan partai atau ormas kelompok kanan. Calon yang diusung pun demikian terang benderang dan berkelahi dengan aliran yang sering merecoki negeri ini. Sayang, bahwa  hal tersebut gagal dinyatakan ke hadapan publik, karena kalah dalam memilih strategi.

Arogansi Megawati yang tidak bisa dibantah atau dibalas oleh kader mereka.   Sikap tegas akan mudah digoreng dengan kata arogan oleh rival politik, malah sering kader dan elit mereka menabuh genderang bersama lawan, bukan membentengi ketumnya. Pun ketika Jokowi  masih bersama mereka dalam sembilan tahun berlalu, mereka malah ikut ngehajar,  bukan mendukung.

Pun ketika capres yang mereka usung dikatakan kemlinthi. Tidak ada bantahan atau meminimalisasi dampak itu, malah seolah mereka bersorak-sorak dan si calon harus berjibaku dengan segala hiruk pikuk yang diciptakan pihak lain dengan sangat fasih. Kehabisan energi karena sendirian.

Jokowi kuat itu salah satu faktor lebih gede di sisi relawan. Parpol itu ya sedikit  saja. Terlihat kemampuan PDI-P sebanding dengan perolehan suara Ganjar-Mahfud.  Hal ini gagal dilihat, diantipasi, dan diperbaiki oleh tim PDI-P. Malah mereka seolah memusuhi relawan.

Hal ini lebih jelas menjelang pilkada serentak ini. Jawa Tengah yang biasanya sangat pede untuk jor-joran mengusung kader sendiri, kali ini ngeper. Tidak sekadar malu-malu kucing, namun bener-bener ngeper. Tidak ada nama yang cukup kuat, besar, dan jaminan, baik di kelas calon gubernur ataupun walikota dan bupati. Padahal kader mumpuni sangat luar biasa banyak di kandang banteng itu.

Lihat saja kegenitan akibat "flu banteng", sehingga nama Anies, Airin, dan nama-nama yang dulu adalah kandidat dari partai rival kini malah ikut digadang-gadang.  Jelas bukan soal    pameo politik itu cair, namun karena memang banteng terlihat lumpuh.

Akibat Jokowi effek yang tidak  terduga menggulingkan capresnya dan membuat kalang kabut kandang-kandang sumber dan lumbung suara. Hampir semua keok dengan telak. Hal ini yang membuat banteng seolah tidak berdaya, kepercayaan diri mereka runtuh sebelum bertung. Kehabisan energi duluan sebelum sampai pada pendaftaran.

Baliho penjaringan kader di sudut-sudut  kota itu menggambarkan mereka ketakutan. Tidak ada satu pun gambar orang banteng yang cukup mentereng di Jawa Tengah dan kota-kabupaten kali ini. level gubernur tenggelam oleh nama Lutfi dan Daryono, dari partai antah barantah, hanya karena partainya menang pilpres. Mereka berani tampil di atas banteng yang sedang letih dan lesu.

Padahal tidak perlu demikian kalut dan takut. Partai banteng bisa membuat gebrakan, konsolidasi, dan merapatkan barisan. Memanfaatkan soliditas mesin partai untuk menggulung balik kekuatan yang merontokkan mereka dalam pilpres lalu.

Meminimalisasi konflik internal yang merugikan sendiri sebagaimana pilpres lampau. Lihat bagaimana Bambang  Pancul malah manuver sendiri, jelas kepentingannya apa. Namun merugikan  capresnya. Hal ini yang harus diantisipasi dan diminimalkan, bukan malah menjadi-jadi.

Kondisi dan situasi pilkada dan pilpres tentu berbeda. Jika memang curiga ada permainan uang, pastinya kemampuan pihak yang menggulung mereka sudah terkuras banyak. Tidak akan cukup dana lagi untuk pilkada kali ini. Sikap     optimis ini kelihatannya yang membuat banteng terkena sindrom dan menjadi lumpuh.

Yakinkan pada publik bahwa mereka garda terdepan dalam membentengi NKRI, tidak mau bermanuver dan bareng dengan kelompok ultrakanan dalam memenangkan pilpres ataupun pilkada. Hal yang sangat positif. Menekan perilaku intoleransi yang kembali marak. Mereka bersikap dan dengan tegas menyatakan dalam  menjawab kasus-kasus yang terjadi. Tidak hanya diam saja.  Khas partai ini kala menghadapi musuh bangsa. Hanya diam.

Calon-calon berintegritas, sudah teruji, dan berpengalaman. Jangan kalah dengan  petualang politik yang baru kemarin sore, hanya karena menang dalam pilpres sudah seolah adalah pemenang dalam segala hal. Mosok kalah gertakan dengan model begini? Mana tandukmu Banteng?

Kesempatan untuk memperoleh simpati publik, bahwa perjuangan mereka di pengadilan MK itu serius, bukan sekadar hanya karena kalah terus waton sulaya. Jika demikian apa bedanya dengan partai yang teriak curang cureng bertahun lalu?

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun