Barcelona Menang di Kandang PSG Tanda Sudah Kembali, MU Kapan?
Krisis kedua klub besar ini sudah terjadi cukup lama, terutama MU. Usai pensiunnya Sir Fergie, mereka belum bisa bicara banyak. Pemain top silih berganti, apalagi pelatih, mulai yang yunior sampai senior, Mou sekalipun belum bisa membawa perubahan mendekati masa jayanya.
Semalam Barca yang juga beberapa waktu ini krisis, terutama keuangan, padahal ditinggal pilar-pilar utamanya, bahkan ikon klub, Messi. Makin menua dan pindah ke liga lebih kecil, Xavi, Iniesta, Busquet, Alba, dan juga Pique membuat mereka limbung. Pelatih demi pelatih hadir, juga sama dengan MU. Xavi datang dan juara liga.
Semalam, Â mereka bisa menang di kandang PSG pelatihnya pun alumni Barca sebagai pemain ataupun pelatih. Sukses dengan trebel. Dengan kondisi yang tidak sama sekali diunggulkan, menghadapi jawara Perancis di Paris lagi. Tentu akan berbeda ketika bertahun lalu dengan trio lapangan tengah jempolan dan pemain sayap terbaik dunia, jaminan menang. Beberapa tahun ini di babak penyisian saja sudah tidak lagi diperhitungkan.
Tangan dingin Xavi dan DNA Barca dengan La Masia membuat keadaan lebih cepat pulih. Recovery kehilangan ikon dan simbol klub mulai memberikan titik cerah. Memang belum sepenuhnya bisa dikatakan sukses besar era Pep atau Enrique, namun jauh lebih baik jika pembandingnya adalah MU.
Mengapa MU begitu lama?
Barca lebih beruntung karena yang lama itu pemain, bukan pelatih. Pelatih datang dan pergi ada yang sukses ada yang biasa saja. Lain dengan Sir Fergie di MU. Membangun tim berjaya dan kemudian menua dan pergi. Belasan tahun dengan gelar yang mentereng, membuat pelatih pasti keder duluan, belum lagi ekspektasi penonton dan mantan pemain yang begitu tinggi.
Faktor keberadaan Fergie yang terlalu lama menjadi catatan susah untuk cepat kembali pada posisi semula. Arsenal yang ditangani panjang oleh Wenger, kini jauh lebih baik, stabil, hanya soal juara belum sampai, namun lebih baik dari MU. Â
Karakter pemain. Pemain aktiv belum ada pemimpin yang bisa membuat semangat dan greget untuk menang. Penyemangat tim dari para pemain sendiri, bukan  dari luar. Gemerlap masa lalu itu menjadi pemicu bukan malah ketakutan yang tidak berdaya guna. Ini penting.
Mantan pemain Chelsea ketika krisis pernah berkisah, bahwa kapten mereka, berkumpul dan kemudian menyuntikan motivasi dan berujung pada kemenangan beruntun. Kondisi tidak baik-baik saja, namun ada motivator dari rekan mereka, kapten, pemimpin mereka, bukan siapa-siapa.
Mantan pemain atau alumni. Barca pemain hebat-hebat, trebel dua kali, MU ini baru sekali, namun sering mereka berkomentar seolah paling top dalam bermain. Nevile, Rio, Giggs, benar mereka pemain-pemain elit di MU, namun komentar mereka tidak membangun tim sekarang ini, malah seolah membuat pemain ketakutan, cemas tidak sesuai dengan apa yang para senior bisa lakukan.
Lihat alumni La Masia, memiliki DNA Barca secara mereka bersama-sama tumbuh, Â berlatih, dan berkembang sejak dini. Akhirnya menjadi pemain profesional pun banyak yang bersama-sama, namun mereka tidak banyak mulut, komentar, dan ngerecokin yang membuat pelatih dan pemain saat ini takut atau cemas. Â Mereka mendukung penuh siapapun pelatihnya dan pemainnya.
Keterlibatan mantan pemain di MU paling besar dan paling mendalam. Siapun pelatihnya akan dibandingkan dengan era mereka, merujuk Fergie. Â Sayang sebenarnya, klub sebesar, sepengalaman MU harus tenggelam di kelas menengah. Â Level liga Champion Eropa masih terlalu jauh bagi setan merah.
Peran pelatih. Â Kaliber pelatih yang datang dan pergi sudah sangat kaya akan pengalaman, benar ada beberapa mantan pemain yang baru mencoba, namun secara umum pelatih kelas top. Memang sayang mereka seolah tidak leluasa dalam melakoninya menjadi pelatih. Sangat mungkin bahwa bayang-bayang Fergie dan masa lalu selalu menguar di Old Trafford apalagi ruang ganti pemain.
Hal yang menyulitkan klub ini berkembang seperti pada masa jayanya. Saling dukung bukan maah telikung dengan   kejayaan masa lalu yang sangat menyilaukan. Semua bersinergi bagi kejayaan kembali, tidak perlu menengok ke belakang.
Masa lalu itu cerminan untuk menyemangati, bukan malah menakut-nakutin. Mantan pemain bicara, berkomentar itu boleh dan baik, sepanjang memberikan dorongan dan dukungan, bukan malah membuat orang takut melangkah.
Masuk lapangan dengan gagah tanpa merasa terbebani masa lalu. Jika itu bisa dilakukan, main bebas, lepas, dan penuh suka cita, pasti MU akan merangkak  pada level sebelumnya.
Keberadaan Fergie pada awal-awal kepelatihannya lah yang harusnya menjadi sumber inspirasi, bahwa mereka pada saat itu juga identik dengan kini. Jangan fokus pada masa kejayaan, itu akan membuat frustasi, sehingga tidak bisa mengeluarkan kemampuan terbaik mereka, baik pemain ataupun pelatih.
Fans perlu bersabar, memang tidak mudah, ketika rival sekota dan juga musuh bebuyutan nangkring di atas mereka. Pembicaraan berkiblat pada si biru yang dulu direndahkan dengan tetangga yang berisik.
Roda itu berputar. Â Kadang pas ada di bawah atau samping banyak yang tidak sabar, maunya di atas. Transisi sering tidak mulus jalannya, malah sering terjal dan susah untuk berjalan dan melaju untuk kembali ke atas.
Terima Kasih dan Salam
Susy Haryawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H