Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sandra Dewi-Harvey Moeis, Burung-burung Manyar,dan Vision Rama Mangun

4 April 2024   13:11 Diperbarui: 4 April 2024   13:11 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang diungkapkan si Seta, dalam novel itu membuat orang-orang yang mengungkap kebenaran malah dipecat, Seta yang sudah berkedudukan sangat tinggi bagi orang asing, kerabat yang membantu untuk mengungkapkan pun bernasib sama.

Konteks hari-hari ini, sudah dituangkan oleh Rama Mangun pada tahun 81, bagaimana permainan elit pada  industri tambang itu begitu mengerikan. Tidak perlu komputasi yang njlimet, wong faktanya dengan sangat vulgar saja bisa dilakukan.

Contoh, pengusaha hanya membayar minyak bumi di atas permukaan, padahal beaya menarik dari perut bumi dibebankan pada BUMN, keren bukan? Padahal jelas jauh lebih mahal beaya operasional membawa bahan dari dalam perut bumi ke atas permukaan. Tidak perlu hitungan njlimet dan ruwet saja sudah ketahuan kalau itu abal-abal.

Bagaimana BUMN selalu melaporkan kerugian, suntikan modal pemerintah yang tidak pernah absen, dibarengi gaya hidup direksi  bahkan pegawai mereka ini tidak ada yang hidup berkekurangan.    Rata-rata kesejahteraan pegawai BUMN jauh di atas pegawai negeri biasa. Ada apa ini, katanya rugi?

Bagaimana permainan antara calo, petualang, pengusaha hitam, dan juga penguasa, baca direksi dan staf mereka di dalam mengelola tambang dan juga kekayaan alam negeri ini. Mereka bancaan atas kekayaan alam itu untuk kepentingan mereka sendiri. Benar, bahwa mereka layak mendapatkan jerih payahnya, namun apakah sepadan dengan apa yang mereka lakukan? Merugikan tidak  bagi pihak lain, negara dan bangsa ini?

Jika, apa yang mereka lakukan itu hanya kepentingan mereka atau kelompokya, ya sudahlah. Apa artinya sudah sangat jelas, galmblang dan tidak perlu dijelaskan lagi.

Burung-burung Manyar, novel Rama Mangunwidjaya yang mengisahkan anak kolong, anak tentara masa revolusi kemerdekaan. Ia seorang anak Belanda namun memiliki jiwa Nasionalis untuk NKRI. Hidup di dalam tangsi, anak perwira Belanda, namun nasib berubah ketika Jepang datang.

Bapaknya tidak mau menyerah, namun sayang ia ditangkap dan ibunya hilang. Pada akhirnya dikisahkan Ibunya ketemu di RSJ Kramat, si penemu  adalah orang yang pernah ditolaknya, jiwa ksatria meskipun cintanya ditolak, namun ia masih merawat dan mengunjunginya di tempat perawatan. Sampai terdampar di rumah sakit jiwa karena tergoncang atas perilaku Jepang.

Teto, tokoh sentral, si anak kolong ini tidak mau ikut berjuang di sisi Indonesia, ia ada di bawah mentor si orang baik yang menemukan Ibunya di RSJ. Ia kini juga menjadi perwira di bawah kendali dan bimbingan orang yang ditolak ibunya. Mentor yang membuatnya berubah.

Pada akhir kisah, Teto dipertemukan dengan gadis pujaannya, yang kini sudah menjadi istri dari seorang petinggi di negeri yang baru merdeka. Si gadis ternyata juga menaruh hati dan selalu memuja Teto si anak bengal. Kasih tak sampai.

Lelaki pemilik hati dan pemilik tubuh itu berkolaborasi menyoal keadaan perusahaan tambang yang ngadalin negeri muda yang bernama Indonesia. Keduanya karirnya ambruk. Namun mereka puas dan bahagai, bahwa mereka mengabarkan kebenaran, bukan kepentingan mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun