Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perlawanan Yasin Limpo terhadap Firli-KPK

6 Oktober 2023   09:03 Diperbarui: 6 Oktober 2023   09:07 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlawanan Yasin Limpo terhadap KPK

Menteri Pertanian dan kader Partai Nasdem ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Usai menghilang di Eropa, ia datang dan langsung ke kantor partai restorasi milik Surya Paloh. Pernyataannya mengenai pemerasan yang konon dilakukan oleh pimpinan KPK.

Firli Bahuri yang mendapatkan tudingan dengan segera melakukan klarifikasi. Tidak ada perilaku demikian dari pihaknya, baik melalui ajudan dan apalagi langsung. Ia mengatakan uang 1 milyar dolar itu sangat berat. Siapa yang mau memberikannya.

Cukup menarik, karena ini ada pihak di luar KPK yang menangani dugaan pemerasan ini, yaitu Polda Metro Jaya. Lembaga yang saling mandiri dan independen, dalam menangani perilaku kejahatan, dalam konteks korupsi secara langsung.

Jadi ingat peristiwa cicak vs buaya yang melibatkan petinggi polisi dan KPK kala itu. Kini, hal  itu bisa juga terjadi. Layak ditunggu   bagaimana kelanjutan perang opini antara Mentan dan pimpinan KPK kali ini, yang melibatkan lembaga kepolisian, Firli Bahuri juga keluarga besar polisi, karena ia adalah pensiunan bintang tiga juga.

Beberapa hal layak diulik,

Pertama, suka atau tidak, perilaku dugaan seperti ini sudah sering terdengar, terjadi mungkin, dan menguap begitu saja. Perilaku penegak hukum yang  tidak taat azas begitu banyak. Apakah ini curiga? Tidak juga, namun fenomena kentut yang tidak akan pernah bisa terkonfirmasi dengan validasi yang semestinya. Kondisi tahu sama tahu yang merusak bangsa ini.

Kedua. KPK bersih itu sebuah hal yang masih menjadi cita-cita. Sangat mungkin bahwa ada yang bergerak di luar kendali organisasi. Masih ingat bahwa truk berisi barang bukti hilang, atau surat bocor sebelum waktunya.

Politisasi, medan politik dalam segala bidang, termasuk juga KPK, susah untuk dinafikan begitu saja. Pertearungan politik sangat mungkin terjadi. Itu peluang pelanggaran sangat mungkin.

Ketiga, mengeroyok koruptor itu belum sepenuhnya terjadi di Indonesia. Malah seolah-olah saling bersaing, Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung. Bayangkan jika mereka berkolaborasi untuk menekan maling berdasi ini, sehingga mereka tidak memiliki ruang gerak lagi, pasti angka korupsi sangat rendah.

Keempat, mendesak UU Penyitaan Aset dan juga kalau mungkin UU Pembuktian Terbalik. Jika demikian, orang tidak akan lagi bisa berkelit, jika hartanya mendadak bertambah di luar nalar. Lha selama ini hanya mengaku sebagai hibah, hibah dari mana, oleh siapa tanpa klarifikasi lebih lanjut.

Kelima, Polri, mau mengurus soal dugaan pemerasan oleh KPK pada pihak yang potensial berkasus korupsi. Ini baik, namun benar tidak mereka profesional? Tentu publik masih ingat kasus Sambo, Napoleon, atau Minahasa,  seperti apa perilaku mereka bukan?

Sikap curiga ini sangat wajar, faktanya membuktikan kog. Lagi-lagi soal fenomena kentut yang baunya ke mana-mana, namun susah menangkap pelakunya. Begitu mengerak perilaku buruk ini.

Keenam, penegakkan hukum yang belum sinergi. Lihat saja penyelesaian demi penyelesaian kasus hukum kasus berat, orang gede, bagaimana muaranya. Potong hukuman ala MA lagi, masih banyak pengabaian etika dan keadilan sosial.

Ketujuh, keteladanan sangat lemah. pembentukan dan penggiringan opini sangat masif. Kebenaran itu karena viral, tekanan publik, bukan kebenaran esensial yang berdasarkan hal yang jelas, sebagaimana hukum atau etika.

Penegakan hukum pun selama ini berlaku yang demikian. Lihat saja, bagaimana penyelesaian kasus Bechi di Jombang, Ahok, atau Sekolah Selamat Pagi Indonesia. Hal-hal demikian itu begitu kuat. Kasus Kace dihajar Napoleon, atau kasus-kasus lain yang masih demikian panjang jika dipajang. Penegakan hukum sangat tidak bisa dipercaya.

Kedelapan, kuat-kuatan lembaga, organisasi. Cinta korp yang kadang salah dipahami. Keliru, salah, jahat itu kan orangnya, bukan lembaganya. Hal ini perlu pemahaman bersama dulu, sehingga ketika penegakkan hukum ya lakukan dengan jernih, obyektif, bukan menyangkut lembaganya.

Kesembilan, apakah Yasin Limpo bohong, atau Firli yang mengelak, itu biar peradilan yang menyelesaikan, bukan opini publik atau pembentukan opini ala media. Selesaikan dengan lugas, transparan, dan tanpa relasi kuasa karena kelembagaan.

Apakah siap? Apalagi peradilan juga masih tanda tanya begitu.  Menyangkut dua lembaga yang mengurus kejahatan kerah putih lagi.

Sangat dimungkinkan ada orang yang memanfaatkan kedudukan untuk memalak itu tidak bisa dinafikan. Pun bahwa ada yang memang menggunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi juga mungkin terjadi.

Tiji tibeh, tiba siji tiba kabeh, jatuh satu jatuh semua sangat baik untuk bebersih negara ini. Model            pengabaian, melupakan, dan tidak diselesaikan dengan menyeluruh sering menyandera negara ini mau maju.

Presiden mengatakan jik pemimpin tiga periode mendatang ini krusial, akan membawa negara maju atau stagnan bahkan mundur. Sama juga peran penegakkan hukum dan pembersihan korupsi ini juga memegang peran yang sangat penting.

Publik pasti geram, tetapi tidak bisa apa-apa, ketika elit tertawa bareng dan berpelukan untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini. Heboh tapi    tidak ada hasil yang signifikan.

Lemahnya pengawasan dan evaluasi, sangat bisa diatasi dengan UU Pembuktian Terbalik, sehingga orang akan bertanggung jawab atas pendapatannya. Praduga tak bersalah juga perlu diubah tidak sekaku itu, praduga bersalah untuk mengurangi kejahatan juga baik adanya.

Bebersih saatnya digalakkan bukan sekadar wacana, namun juga perilaku. Semua bersikap yang relatif sama mengurangi mencari keuntungan pribadi.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun