Hal ini terlihat dari sikap dingin Prabowo dan Gerindra soal pernyataan-pernyataan Gus Muhaimin dan PKB mengenai cawapres. Capres Prabowo juga masih berliling-keliling mencari nama dan partner yang paling menguntungkan. Hal yang tidak mudah.
  Â
Â
Melirik Golkar dan kadernya juga tidak. Wajar, ketika kemarin bertemu dengan elit PDI-Perjuangan, Puan Maharani, Golkar makin terbuka melihat kebersamaan dengan partai yang lahir usai demokrasi terbuka karena reformasi itu. Kebersamaan selama ini lebih menjanjikan, dari mana yang belum terbukti sama sekali.
Pembicaraan dengan Gerindra, PKB, dan PAN dalam KIB tidak cukup menjanjikan. Keberadaan Prabowo yang banyak melahirkan blunder-blunder politik tentu dibaca dengan baik oleh kader Golkar yang sudah malang melintang puluhan tahun dalam mengelola pemerintahan. Mereka banyak yang sudah sangat paham dengan peta politik negara ini.
Faksi-faksi di tubuh partai sangat besar masa Orba ini tidak main-main. Ada yang mendukung Anies Baswedan. Tercermin dari JK dan kawan-kawan yang getol mendukung mantan Gubernur DKI itu. pun masih belum juga mendapatkan titik temu dan menyatakan ya untuk melaju dalam koalisi yang sudah diinisiasi sejak Oktober tahun lalu.
Derasnya dengungan Munaslub Partai Golkar untuk menggantikan Ketua Umum Airlangga yang dinilai gagal menjalankan tugasnya. Posisi dilematis, bagaimanapun namanya tidak cukup menjual, di sisi lain ada juga desakan untuk turun. Jauh lebih aman dan nyaman merapat pada kebersamaan dengan partai yang sangat berpotensi menang.
Komunikasi kemarin baik dan akan berlanjut jelas memberikan arah ke mana mereka akan bersama-sama. Posisi yang wajar, ketika melihat dua kemungkinan koalisi yang sama juga masih serba bingung.
Keadaan ini terjadi karena saling intai, saling tunggu, dan akan berhitung bagaimana untuk bisa menang. Ketiganya masih sama-sama bisa menang dengan pertimbangan yang sangat matang. Salah sedikit bisa menjadi bumerang dan kekalahan yang tidak diinginkan tentu saja.
Pun partai-partai yang tidak memiliki cukup nama, kader yang setingkat   Ganjar, Prabowo, dan naies juga ikut berhitung, dampaknya bagi partai mereka. Mereka tentu konsentrasi memperoleh kursi yang cukup besar, ketika merasa tidak bisa mengajukan kadernya dalam pilpres. Hal yang sangat logis.
Golkar sebagai partai besar tentu inginnya ikut dalam pilpres, toh mereka juga paham, kondisinya tidak mudah. Ikut gabungan partai yang potensi menang lebih gede tentu akan menjadi pilihan yang jauh lebih realistis.