Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Butuh Prabowo

16 Juli 2023   18:53 Diperbarui: 16 Juli 2023   19:13 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi Butuh Prabowo

UU Kesehatan disahkan dengan cukup mutlak. Biasa duo PKS dan Demokrat menolak. Hal yang sama terjadi dalam mengundangkan banyak UU. Ada UU Ciptakerja, KUHP, UU PKS, nasibnya juga mirip-mirip. Masih menanti RUU Perampasan Aset Koruptor yang masih belum jelas mau di mana dan ke mana.  

UU Kesehatan salah satu intinya adalah mengatur kewenangan IDI yang sangat powerfull. Itu keliru dan dikembalikan pada Kemenkes yang jauh lebih bisa dipercaya dan diandalkan. Mengurangi potensi penyelewengan. Hal yang identik dengan pembubaran FPI dan HTI, pun kewenangan MUI yang begitu digdaya.

Hampir sembilan tahun baru satu demi satu bisa diselesaikan. Pembubaran FPI dan HTI itu begitu sulitnya di awal-awal itu. Usai periode  satu dan menginjak periode dua baru bisa dilakukan. Tidak perlu bicara dampak atau eksistensi mereka, atau orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ini kasus yang berbeda, bisa menjadi artikel tersendiri.

Penolakan berbagai RUU itu karena memang partai politik yang memiliki kuasa untuk membuat warnanya seperti apa. mau ditahan seperti RUU Penyitaan Aset, berkali-kali ditunda laiknya RUU lain-lainnya. Itu masalah yang sangat faktual.

Apa yang terjadi pada periode pertama pemerintahan Jokowi, sehingga susah berbuat banyak?

Pertama, perebutan kekuasaan parpol.  KIH dan KMP yang tidak berkesudahan. Hanya berkutat pada saling jegal, seolah dengan menghambat di dewan, pemerintahan akan gagal dan tidak melakukan apapun. Kecerdikan Jokowi dan     kerendahan hatinya membuat politik saling sandera itu menjadi cair, bahkan mendapatkan dukungan dari Golkar yang menjabat ketua DPR RI.

Posisi Gerindra yang cukup dominan dan oposan, sebagaimana wakil ketua Fadli Zon yang selalu berteriak minor membuat keadaan bangsa dan negara tidak lebih baik. Semua yang memerlukan keputusan dewan, legeslasi menjadi terhambat. Keberadaan PDI-P yang lemah dalam diplomasi membuat keadaan tidak cukup membantu pemerintahan.

Kedua. Stabilitas politik dan pemetaan oleh pemerintah, Jokowi belum cukup. Mana kawan mana rival dalam memerangi masalah bangsa masih belum utuh. Dukungan pada bagian dari masalah masih lumayan banyak. Lihat saja komentar-komentar Gerindra, Fadli Zon dalam menanggapi aksi terorisme yang masih sering terjadi pada periode pertama itu.

Musuh bangsa, salah satunya aksi terorisme masih marak. Apalagi jika bicara kelompok fundamentalis seperti HTI-FPI. Susah dibubarkan bahkan dianggap terlarang karena masih ada politikus dan parpol "menggunakan jasanya."

Ketiga. Fokus pemerintahan Jokowi waktu itu adalah pembangunan infrastruktur yang super masif. Persoalan yang berkaitan dengan hidup bersama keknya belum menjadi fokus yang mendesak. Padahal ada gagasan revolusi mental.

Ketiga, oposan yang cukup berimbang, galak, dan benar-benar di luar pemerintahan, dengan kekuatan yang relatif sama kuat, karena ada Golkar, Gerindra, dan partai menengah lain, susah bergerak bagi Jokowi. Padahal perlu dukungan politik untuk membuat UU atau mengatasi persoalan yang perlu back up legeslatif.

Berkaitan juga perlunya suara untuk bisa terpilih lagi. Ini bukan mengenai mau mempertahankan kekuasaan atau jabatan. Jauh lebih penting keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan.

Keempat. Kini usai FPI-HTI dipreteli, dan juga perlu diingat, mereka melawan dengan sangat garang. Itu baru bisa usai Gerindra merapat di dalam pemerintahan. Tanpa adanya dukungan Prabowo dan Gerindra susah juga.

Bisa dipastikan, mereka, terutama Fadli Zon akan berkoar-koar pemerintah antiagama tertentu. Dengan keberadaan Prabowo di pemerintahan, toh partai dengan lambang burung Garuda itu lebih jinak, selalu ikut apa program, gagasan pemerintah. Tidak main dua kaki sama sekali.

Keberadaan partai ini cukup signifikan, bisa dibandingkan dengan periode dulu bukan?

Kelima, kini pengesahan UU Kesehatan dengan konsekuensi IDI dicabut kewenangannya yang super power, tanpa keberadaan Prabowo dan Gerindra di pemerintahan, pasti Jokowi akan kesulitan menjalankan misi dan visinya untuk memperbaiki keadaan kesehatan ini.

Suara Demokrat dan PKS tidak cukup signifikan untuk menggoyang keadaan. Kaki-kaki pemerintah cukup kokoh dan kuat untuk sekadar menghadapi dua  partai menengah bawah yang memang berisik itu.

Pilihan cerdas dan bijak ala Jokowi yang tidak biasa saja.  Jeli melihat peluang bagaimana menggandeng dan merangku kompetitornya yang sangat sengit itu untuk bahu membahu mengatasi kanker yang menggerogoti negeri.

Satu demi satu masalah besar terurai. Memang sangat susah, apalagi ketika masalah politis di mana-mana, penyelesaian masalah dengan terminologi politik.

Keenam. Masih menanti tuah sakti Jokowi untuk mengawal dan golnya RUU Penyitaan Aset Koruptor. Hal yang sangat pelik karena legeslator juga diragukan integritasnya untuk siap-siap bebersih dan lepas dari kasus suap, jual beli ayat atau pasal, dan benar-benar bekerja demi bangsa dan negara.

Lihat saja berapa banyak anggota dewan yang masuk bui karena kasus korupsi. Masuk menjadi anggota dewan memang tidak murah itulah masalahnya.

Ketujuh. Mafia kasus hukum, sama sekali belum tersentuh. Sering kan kasus hukum yang berkaitan dengan polisi, jaksa, hakim kemudian ada drama dan keanehan yang luar biasa. Bagaimana hakim agung, MK, MA, dan segala lini penegakkan hukum belepotan dengan kasus yang membelit.

Polisi sudah diwakili Sambo dan Minahasa, toh masih banyak berseliweran isu dan desas-desus. MA dan Mkpun setali tiga uang. Nah, apakah setahun ini mampu membersihkannya?

Susah berharap lebih namun bahwa kemauan dan keberanian Jokowi layak mendapatkan apresiasi. Seolah bekerja sendirian dalam membersihkan kanker toh satu demi satu bisa teratasi.

Jangan sampai kinerja bagus ini malah dibawa mundur kembali oleh penerusnya nanti. Pilihan krusial bagi masyarakat agar tidak salah pilih. Prabowo hanya menjadi kekuatan politik, bukan seorang yang memiliki visi dan keberanian untuk bertindak lebih.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun