Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vonis Mati Ferdi Sambo dan "Pembunuhan" Terus

16 Februari 2023   09:03 Diperbarui: 16 Februari 2023   09:11 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sambo dan  RE: Radar BI.com

Vonis Mati Sambo dan "Pembunuhan" Terus

Mendengar vonis Sambo dan Richard Eliezer, sama-sama polisi dua, satunya bintang, satunya bhayangkara, dengan ketetapan hukuman mati dan satu setengah tahun. Pro kontra demikian menguar, membakar lagi drama tragedi yang sempat meredup.

Vonis bintang dua disoraki karena dianggap memenuhi kehendak publik. Seolah impas dengan apa yang sudah ia buat. Toh ada pihak-pihak yang kontra dengan dalih, alasan bahwa hukuman bukan balas dendam. Ada yang menggunakan terminologi agamis, bahwa hak Allah saja yang memutuskan kematian insan.

Di hari berikutnya Ichad mendapatkan vonis satu setenga tahun. Lagi-lagi dua kubu, satu pihak bersorak gembira. Hakim memutuskan yang terbaik. Prajurit yang tidak bisa menolak, hanya korban dari kuasa si jenderal.

Pihak lain mengatakan, pembunuh ya pembunuh, mosok tidak bisa menolak. Ini bisa jadi perdebatan dan tulisan lain. Sangat pelik  dan tentu saja berbeda dalam tulisan ini. Bisa dimengerti bagaimana pedihnya pihak-pihak yang terkait secara langsung seumpama keluarga almarhum Yosua.

Satu hal yang sangat penting dan harusnya diaminkan, bukan menjadi pro dan kontra, berapa puluh prajurit negeri ini diseret Sambo, urusan pribadi, bukan sebagai polisi aparat negara. Sampai vonispun tidak diketahui dan dikorek mengapa sampai membunuh ajudannya sendiri. Ini juga menjadi artikel lain sangat terbuka.

Berbeda ketika jenderal, AKP, kombes, brigadir, dan bhayangkara itu terseret membela Sambo karena profesi, sebagai aparat yang mendapatkan serangan misalnya. Para polisi itu tentu memiliki pasangan, anak, dan bisa jadi juga keluarga. Berapa korban yang sama sekali tidak bersalah, tahu saja tidak ikut menjadi korban.

Mereka-mereka ini, apalagi yang masih di bawah sepuluh tahun berkarya atau menjalani rumah tangga. Anak-anak mereka masih kecil, butuh beaya untuk hidup dan sekolah. Semua hancur, berantakan, demi membela kepentingan pribadi Sambo.

Media senang mendapatkan rating, pembaca, hits sangat tinggi ketika mengaduk-aduk bagaimana Sambo, Putri, RR, RE, dan para tersangka dulu bersikap, bertindak, meminta maaf, dan sebagainya. Apakah media juga akan mengabarkan bagaimana anak-anak para terdakwa, terpidana, dan yang terbawa oleh perbuatan Sambo ini?

Ada pula ormas, LSM, bahkan organisasi keagamaan yang mengatakan menolak hukuman mati. Mengapa tidak meminta revisi UU yang masih menggunakan pidana mati, namun menolak  ketika peristiwa ini.  Berbeda       jelas alur pikirnya, pembelaan, dan juga sikapnya jika demikian. Ajukan gagasan revisi penghapusan hukuman mati, bukan hanya insidental seperti ini.

Belum lagi jika bicara bagaimana di penjara. Siapa yang bisa menjamin si para jenderal ini tidak mmebuat ulah. Ingat bagaimana Kace disuruh makan kotoran oleh si jenderal yang sedang mendekam di penjara. Jangan terlalu naif dalam menilai sesuatu. Seolah negara ini sudah sangat maju dan jaminan tertib hukum itu adalah segalanya.

"Pembunuhan" itu masih saja terjadi, Faktual mengenai  masa depan begitu banyak orang. Berapa yang terpecat, berapa yang pasti karirnya mentok, padahal ada yang lulusan terbaik Akpol. Bisa dibayangkan bagaimana masa depan mereka dengan keluarganya.

Pro dan kontra vonis itu juga sangat melukai para pihak yang terlibat, keluarga almarhum, keluarga para pihak yang ikut terlibat. Belum lagi hujatan netizen dan artis medsos yang demikian kejam. Bayangkan jika itu adalah keluarga kita, atau minimal kita kenal, apakah kita masih sanggup mengatakan yang sama?

Ada terminologi yang mengatakan itu hak Allah,  akhirnya juga mikir yang sama, apa yang sudah diputuskan, itu pasti juga atas kehendak Allah yang sama. Mengapa menjadi ribut dan merasa lebih dari hakim dan juga Allah.

Biar saja apa adanya, hakim tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. Tetapi dengan pro dan kontra yang berlarut-larut, pembicaraan berulang di media, itu juga "membunuh" anak-anak yang sama sekali tidak bersalah, bahkan tidak tahu. Anak-anak Sambo terutama, betapa berat kehilangan orang tua dan bisa juga masa depan jika tidak kuat.

Media juga kudu turut ngerem, mengurangi menyusun drama berjilid-jilid atas nama keadilan atau apapun itu. Biarkan peradilan berjalan dengan semestinya.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun