Miris, ketika para pejabat juga bersikap ambigu, menggunakan standart ganda, contoh, menyobek label salah, namun mbok jangan pakai label kalau membantu. Ini pejabat itu pamong, pengayom semua pihak, bukan malah memberikan angin pad pihak pelaku kejahatan.
Sama juga ketika ada korban perkosaan dengan menyalahkan pakaian, si perempuan yang menggoda, ikut menikmati, dan seterusnya. Kejahatan ya jahat, tidak malah menjadikan korban malah sebagai pelaku. Ini bangsat.
Mengapa ada lebel?
Pertama, identitas ketika bencana selesai barang itu diitarik jelas siapa yang memiliki dan siapa yang bertanggung jawab. Memperlihatkan bagaimana manajemen selesai kejadian tidak pernah ada evaluasi dan cek dan ricek. Selesai bubar dan nanti pengadaan lagi. Sangat mungkin barang itu masih bisa dipakai lagi.
Kedua, pertanggungjawaban kepada donatur. Pembelian barang ini disalurkan kepada siapa, di mana, transparansi atas penggunaan anggaran. Memperlihatkan banyaknya pengelolaan bantuan yang ngasal. Baru saja heboh bukan lembaga sosial ternyata untuk gaya hidup  bos-bosnya?
Ketiga, asumtif, dengan label gede-gede yang biasa menggunakan photo abal-abal kesulitan mendokumentasikan acara boongan mereka. Apakah pernah berpikir demikian para pejabat itu? Atau malah ikut terlibat dan merasa jengkel, asemik ra isa nyolong ki? Ups ....
Keempat, dengan label sejatinya jauh lebih mudah untuk melakukan koordinasi, jika sekiranya bantuan itu rusak, malah mengganggu, atau ada yang tidak semestinya, dimintai pertanggungjawaban, jika mikirnya positif dan baik-baik saja.
Kelima, ini bukan soal agama, namun soal sentimen dan bentu provokasi pihak-pihak tertentu. Mengapa pejabat yang sama tidak mencopotin label bantuan dari parpol atau ormas yang lain?? standart ganda bukan?
Sepanjang selalu mendua, munafik, dan tidak tegas melihat kejahatan versus kebenaran dengan jelas, cerdas, dan tegas, ya akan begini-begini saja. Di semua lini penyelesaian pasti nanggung. Korban jadi pelaku dan pelaku merajalela dan memelas menjadikan dirinya korban, playing victim.
Miris, ketika pejabat yang hanya mengamankan jabatan dan pangkat saja, dan kalah dengan perilaku keburukan di mana-mana, apalagi dibalut dengan agama. Pelakunya itu-itu saja, dalihnya juga lemah, karena toh banyak yang seagama juga mengecam kog.
Provokasi model demikian itu harus dihentikan, ini negeri Pancasila. Jangan malah memutarbalikkan fakta di mana yang benar jadi salah, yang keliru malah benar, korban dipersekusi dan pelaku menjadi jagoan dan berteriak-teriak seolah pahlawan.