Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jenderal-Bripda Berulah, Polri Krisis?

9 November 2022   10:58 Diperbarui: 9 November 2022   11:01 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polisi. Sumber gambar: kompas.com

Jenderal Berulah, Kini Bripda, Polri Krisis?

Kisah tragis almarhum Brigadir J dengan berderet bintang dan perwira yang ikut terseret belum usai. Kini, di belahan pulau lain ada kisah yang sama mirisnya. Delapan brigadirdua, baru empat bulan lulus dan pelantikan menganiaya sipil.  Apakah krisis dari akar?

Membaca dan mencermati kisah-kisah kekerasan dalam tubuh petugas keamanan sejak di pendidikan memang memprihatinkan. Sudah cukup lama tidak terdengar ada tarunan Akpol yang meninggal karena kekerasan senior.  Tapi jangan lupa, bisa saja tidak terekspose.

Sebenarnya, jika sekelas akademi, usai SMA masih suka kekerasan berarti ada yang salah.  Post sekolah menengah atas sudah lebih mengedepankan otak dari pada otot. Pencarian jati diri sudah tidak pula dominan sebagaimana anak-anak sekolah menengah.

Toh, masih sering terjadi. Pilunya, penyelesaiannya   ya gitu deh, tahu sama tahu. Kog jadi curiga, bisa jadi pelaku sebenarnya malah aman dan mengorbankan pihak lain yang lemah, tidak punya back up kuat, baca pelindung bintang di belakangnya.

Brigadir dua, baru empat bulan lulus, kan ilmu yang diperoleh di pendidikan masih sangat segar, belum terlalu terpolusi oleh dunia kerja. Lha kog, keluar barak, mabuk, nginep di hotel pula.  Belum usia  20an ini, apalagi yang sudah 20 tahunan bekerja. Seperti apa buruknya. Ini bukan asumsi kosong, tapi fakta dari kisah-kisah yang ada.

Bagaimana tidak berperilaku seperti Sambo atau Teddy Minahasa yang sudah lebih dari 15 tahun bekerja. Lha ini baru juga empat bulan saja sudah sengaco ini. Kira-kira apa sih yang membuat  kisah-kisah miris ini terjadi?

Feodalisme masih demikian kuat. Merasa paling hebat karena seragam. Lihat yang ngamuk di RS hanya dikatakan sama-sama sekuriti. Kan emang sama, bedanya hanya di pangkat dan bayaran. Sama penjaga keamanan bukan? Apalagi yang sudah berbintang. Lebih ngeri lagi dong arogansi dan perasaan warga negara yang berbeda.

Lihat perilaku Sambo yang sampai saat ini belum terlihat merasa bersalah, masih saja berdalih dan mencari-cari kesalahan almarhum. Padahal jelas sudah membunuh dengan keji, merancang fitnah, membuat banyak anak buah dan yuniornya kacau masa depannya.

Rekruitmen. Suka atau tidak, jujur atau mau ngeles, ada masalah. Gembar-gembor tidak pakai uang itu  sama juga gaungnya dengan desas-desus masuk seleksi, naik pangkat, dapat jabatan itu semua perlu uang. Mosok sih, kalau benar-benar test psikologinya bener, baru selesai empat bulan sudah sengawur itu?

Mabuk-mabukan jelas sudah sejak lama kebiasaan itu, jauh sebelum pendidikan sudah. Tidak mungkin baru tahu minuman setelah bekerja. Pun yang jenderal, pemarah, penjual barang bukti, itu jelas sudah ada karakter demikian. Test psikologi sangat menentukan.  Benar bahwa di perjalanan karir bisa saja tidak sejalan dengan apa yang pernah diujikan.

Paling tidak, bisa meminimalisasi potensi tamak, suka kekerasan, dan tidak taat aturan. Susah percaya mekanisme rekruitmen seperti yang seharusnya.

Penegakan hukum dan aturan yang lemah. Penyelesaian masalah mau pidana atau perdata sangat lemah. Paling yang di  Medan ini nanti hanya pembinaan, dan potensi mengulang sangat besar. Alasan masih muda, masih bisa berubah, namun malah menjadi lebih jahat bisa jadi. Pun yang berpangkat, biasanya jaringannya melindungi dan meloloskan mereka.

Kebanggaan korp yang berlebihan dan keliru. Sama juga beragama secara fanatik. Agamanya benar, sangat benar, hanya orang atau umatnya kan bisa salah, sama dengan korp. Lembaganya sangat benar, orang atau anggotanya kan bisa salah. Nah pemahaman ini yang sering kacau. Menegakkan aturan bagi anggota itu kan harus, bukan malah menyembunyikannya, malah jadi pembusukan untuk lembaga.

Hal yang terus terjadi, sehingga tidak pernah selesai dan makin runyam. Makin buruk dan busuk karena memahami secara keliru.

Saatnya bebersih, kalau memang harus menghukum anggota, mau pangkat tinggi atau rendah ya lakukan. Tidak perlu  tebang pilih. Penegakan hukum sangat penting dan mendesak.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun