Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

[Serial Pilpres 24] Sumpah Pemuda, Karakter Mochtar Lubis, dan Politikus Kini

29 Oktober 2022   19:01 Diperbarui: 29 Oktober 2022   19:21 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumpah pemuda: Kompas.com

[Serial Pilpres 24] Sumpah Pemuda, Karakter Mochtar Lubis, dan Politikus Hari ini

Peringatan  Hari Sumpah Pemuda ke-94 ini sangat spesial, di tegah ingar bingar persiapan pilpres yang masih kurang lebih dua tahun. Politikus dan parpol yang haus kuasa sudah riuh rendah dengan segala manuver dan intriknya.

Safari politik, saling  sambang dan juga saling salip sudah terjadi. Perdagangan atas nama pemenangan 24 naga-naganya juga sudah berlangsung. Koalisi tingkat semu mulai dijalin. Saling sindir dan potensi mendepak sangat kuat.

Padahal 94 tahun lalu pemuda, generasi muda Nusantara beramai-ramai menyatukan beragam perbedaan. Faktual negeri ini dibangun atas beragam perbedaan. Bagaimana suku, bahasa, agama, ras, dan bahasa itu ribuan.  Konsep bernegara sangat mungkin belum ada sebagaimana saat ini.

Komunikasi saja pastinya sangat susah, untuk waktu itu. Belum lagi keterbatasan karena penjajahan tentu membuat keadaan lebih sulit. Toh semua bisa terjadi dan malah menjadi pionir, jauh lebih baik dari pada hari ini.

Muchtar Lubis mengatakan, ada enam karakter anak negeri ini yang susah berubah. Dua diantaranya yang sangat kontekstual dengan perpolitikan hari ini, yaitu feodal dan sikap tidak punya tanggung jawab. Bagaimana feodalisme masih demikin erat merasuki anak bangsa ini.

Kemerdekaan menjelang 78, Sumpah Pemuda bahkan menjelang setengah abad, namun bagaimana sikap, karakter, dan pembawaan masyarakat yang masih penakut dan juga gemar pada kedudukan dengan melupakan kemampuan itu masih begitu kuat.

Gila kuasa, namun enggan bekerja keras, akhirnya mengandalkan uang, kolega, keluarga, darah, dan sejenisnya KKN gaya baru, nama yang berbeda. Padahal reformasi 98 terjadi karena kolusi dan nepotisme yang begitu kental waktu itu. Kini hanya     berubah gaya dan caranya. Esensinya masih sama, 11 12.

Kesetaraan yang sempat terjadi dengan naiknya Jokowi yang bukan siapa-siapa menjadiseorang presiden, ternyata oleh elit mau dikembalikan seperti sedia kala. Tidak boleh dari rakyat menjadi pejabat tertinggi. Semua kembali setelan pabrik.

Sikap bertanggung jawab. Ini sangat jelas terlihat, bagaimana pemerintahan sebelum ini menciptakan mangkrak di mana-mana. Namun dengan gagah dan perkasa mengaku sukses dan layak mengambil alih kekuasaan kembali.

Belum lagi jika bicara korupsi. Bagaimana bintang iklan mereka untuk pemilu 2009  sebagian besar masuk perangkap bui KPK. Urusan KPK berarti jelas itu karena korupsi, alias maling. Jelas-jelas seperti itu namun seolah-olah paling berhasil dalam mengelola negeri ini.

Contoh lain, kasus tragedi Kanjuruhan. Bagaimana tidak ada satupun pihak yang mengaku bersalah. Konteks pilpres atau bacapres, ya jelas siapa yang membuat program ngaco, jelas terlihat, namun membuat narasi seolah paling hebat dengan capaiannya. Padahal prestasi itu semua semata hanya bualan, omong saja.

Refleksi penting bagi capres dan calon elit negeri ini untuk kembali mengingat dan meresapi bagaimana para pendiri negeri ini memiliki semangat dan juga visi tidak sesempit dan sepragmatis para politikus hari-hari ini. memilukannya lagi itu termasuk generasi sangat muda, namun berjiwa sangat tua alias feodal.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun