Masih dalam susana hari kemerdekaan, salah satu hal yang layak diingat dan dikenang adalah jasa penyiaran radio yang memberikan informasi kemerdekaan. Itu, alat satu-satunya yang mewartakan kemerdekaan hingga ke pelosok negeri, termasuk manca negara.
Jasa pewartaan itu yang membuat pengakuan negara-negara sahabat berdatangan. Ini penting, tonggak RI yang berdaulat mendapatkan pengakuan dari negara-negara berdaulat lainnya. Johnny Plate mengatakan itu dalam sambutan upacara kemerdekaan !7 Agustus 2022. Nasihat dan ajakan yang baik dan kontekstual.
Generasi sekarang sudah tidak  lagi paham radio. Memang di beberapa kota besar radio masih cukup eksis. Namun di pinggiran, siaran radio sudah tidak lagi menjadi pilihan hiburan dan sumber berita. Pada tahun 1945 radio adalah barang atau alat komunikasi yang sangat penting dan utama. televisi belum ada, apalagi internet.
Kecepatan berbagi informasi dan berita itu menjadi tulang punggung kala itu, dan radio adalah alat komunikasi paling modern waktu itu. Tanpa keberadaan  radio kemerdekaan itu tidak akan diketahui publik dunia.Â
Karena  Sukarno-Hatta menggunakan momentum yang sangat sempit dengan sangat jitu. Persiapan yang sangat berbeda dengan kolaborasi pemerintah Jepang dengan BPUPKI, dan ini adalah semangat pemuda untuk menyatakan kemerdekaan.
Hal yang sangat penting publik pahami, bagaimana tidak, malah isu rumah tempat proklamasi dibacakan dijadikan polemik ultrakanan dalam menebarkan kekacauan sejarah. Â Ini jauh lebih membahana sebagai bahan pembicaraan, padahal jauh lebih penting bagaimana kedaulatan Republik Indonesia itu berkumandang ke seluruh dunia.
Di tengah-tengah keadaan demikian, kegembiraan merayakan kemerdekaan, kembali tersembul pembicaraan kebocoran data. Kali ini dugaan kebocoran itu  menimpa    konsumen PLN. Beberapa waktu lalu, konsumen atau klien BPJS yang was-was karena datanya bocor. Beberapa hal menarik berkaitan dengan hal ini,
Pertama, soal data negeri ini abai. Lha beli bensin meninggalkan KTP saja sudah biasa. Itu memamg dulu, kala KTP bisa dengan mudah mencari kartu penggantinya. Nah, sikap abai ini tetap terpelihara, sehingga dengan gampang identitas pribadi sangat mudah terbagikan.
Kedua, ketidakpatuhan pada azas dan konsensus bagi orang-orang yang memegang amanat atau kepercayaan. Mudah terlena untuk menerima suap, menjual data atau hal-hal yang bersifat rahasia. Seolah bangga ketika berani mencuri model demikian.
Ketiga, hal yang sangat biasa. Sudah terkenal kalau sales atau marketing biasa berbagi data   konsumen dengan imbalan uang bensin atau rokok. Lagi-lagi ini adalah tabiat, agama bisa sangat keren, dikit-dikit bela agama, penistaan agama, tapi maling dan menjual rahasia seolah biasa saja.