Bharada E, Roy Suryo, dan Citra Polisi
Pengumuman tersangka kasus di rumah mantan Kadiv Propam masih sama dengan yang telah dikatakan sejak awal. Bharada E menjadi tersangka. Ekspektasi tinggi masyarakat seolah tidak mendapatkan tanggapan yang sepadan.
Masih sesuai dengan cerita awal lalu. Tidak ada yang berubah. Masih berharap saja ini, si E bukan hanya satu-satunya tersangka dan berhenti pada dia. Miris jika menjadi tumbal bagi kejahatan oleh pihak yang lain.
Pernyataan LPSK yang mengatakan bahwa E baru belajar menembak menjadi penting. Tidak mahir menembak dan baru Maret mulai belajar. Pada pernyataan sebelumnya polisi mengatakan bahwa E isntruktur menembak, jadi wajar dengan pernyataan tembakan tepat sasaran semua di tubuh almarhum J.
Mengapa menjadi menarik?
Siapa yang mengarang cerita instruktur, padahal baru juga pangkat terendah dalam kepolisian. Mosok sudah menjadi instruktur. Jelas mulai terkuak ada yang janggal.
Jika kata-kata instruktur hanya untuk membenarkan bahwa ia jitu dalam menembak, siapa yang menemukan gagasan ini dan untuk apa? Siapa yang   menembak J dan pistol jenis yang dipakai untuk menembak juga untuk kelas perwira bukan tamtama.
Kapolri menyatakan telah memeriksa dan menindak 25 prajurit polisi dari tamtama hingga perwira tinggi. Bersih-bersih atas perilaku yang tidak profesional. Meskipun sangat lamban dan begitu terang kisah ngaconya, patut diapresiasi bahwa ada tindakan konkret.
Layak ditunggu tindakan pemidanaan, bukan semata mutasi. Ini skandal luar biasa. Kematian bintara jangan mengorbankan tamtama. Siapa salah harus dihukum dan yang benar diberikan penghargaan. Mengerikan jika dibiarkan seperti ini.
Kisah kedua, Roy Suryo. Drama di kepolisian sedang terjadi. Pada awalnya  mantan Menpora ini bersikukuh tidak bersalah dan meminta perlindungan LPSK. Polisi melaju dengan tegas, meskipun lagi-lagi lamban.
Drama tercipta ketika diperiksa sebagai tersangka, mantan kader Demokrat ini keluar dari ruang pemeriksaan dengan menggunakan kursi roda. Berjalan masuk mobil dengan dipapah oleh para  pembantunya.  Narasi dari pengacara, si tersangka tidak bisa tidur berhari-hari. Padahal biasanya ahli telematika ini ngakak terbahak-bahak dalam banyak kesempatan.
Pemeriksaan lanjutan dengan mengenakan penyangga leher. Tidak terdengar nyaring pembelaan dari tim pengacaranya. Â Hanya saja tidak mendekam di ruang tahanan sebagaimana Ferdinand Hutahaean, yang mendapatkan ganjaran bui usai menjadi tersangka. Apakah karena kursi roda dan penyangga leher? Bisa jadi.
Eh tidak lama kemudian keluar gambar-gambar, bahkan video Roy Suryo terbahak sebagaimana tabiat lamanya. Tidak ada lemes, dan tidak bisa tidur, dan berjalan lagi, Untungnya sih tidak lupa penyangga lehernya. Kalau lupa blaik.
Pembelaan dirinya adalah sebagai sarana pemulihan. Luar biasa ya, bagaimana tersangka lain masuk penjara, dia masih asyik dengan hobi kelas atasnya.
Hal yang sama dilakukan polisi sebearnya, kala menanggani pemilik dan pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia. Tidak dilakukan penahanan, bahkan sudah persidangan menjelang  pembacaan dakwaan masih melenggang di luar.
Apa yang ditampilkan polisi itu adalah kinerja yang sangat terukur. Publik itu sudah lebih melek dan pinter. Jadi polisi kudu belajar untuk profesional, presisi dalam segala hal. Warga masyarakat juga mampu menjadi pengontrol yang jauh lebih kejam dan sadis.
Masyarakat dengan kemudahan internet itu bisa menjadi apa saja. Polisi yang  ada di bawah  UU memang mendapatkan legitimasi dan sekaligus previlegi khusus, namun jangan kemudian seenaknya sendiri dalam melakukan kerjanya.
Transparan, terbuka, dan gamblang. Apapun dilakukan itu atas dasar UU bahkan UUD bukan menurut penafsiran sendiri. Masyarakat akan dengan mudah menemukan pasal-pasal yang sangat mungkin pada masa lalu itu sangat sulit. Kontrol publik makin kuat.
Seolah polisi masih berpegang pada paradigma masa lalu, mereka pasti benar dan lebih tahu. Lihat saja ugal-ugalan dalam melakukan pekerjaan mereka. Â Contoh-contoh pembanding sangat mudah ditemukan. Jadi jangan sembrono dan seenaknya mengatakan ini dan itu.
Tegak, jangan tebang pilih. Masih jauh dari harapan sih. Bagaimana menegakkan hukum yang sama saja kacau balau. Benar sudah ada perbaikan, namun masih jauh dari harapan. Apalagi jika berhadapan dengan kasus politik dan agama mayoritas, terlihat gamang dan bahkan gagap.
Kehendak baik yang menyelamatkan. Kehendak baik dan profesional polisi semdiri yang mampu menjadikan polisi bermartabat. Kesalahan para perwira sampai tamtama perlu diselesaikan dengan tegas. Sama juga dengan badan yang sakit, jika akut dan perlu diamputasi, mengapa tidak. Â Kebusukan sebagian badan, jangan membuat seluruh badan juga rusak.
Sudah terlalu lama di dalam kubangan yang salah, memang  perlu kerja keras untuk keluar dari itu semua. Kecintaan pada korps kadang ngaco dan malah melindungi kejahatan dan keburukan dari beberapa anggotanya. Ini yang membuat yang baik-baik saja bisa kehilangan gairah.
Dukungan dari masyarakat menjadi penting. Jangan malah ikut menjadikan lembaga ini memburuk dan membusuk karena tidak mendapatkan dukungan. Jangan malah menjadi bahan olok-olokan, bahkan caci maki yang tidak berguna.
Saatnya polisi bersikap tegas, keras, dan taat pada konstitusi, bukan pada faksi dan keinginan politik elit-elit tertentu. Miris jika sudah tersandera kepentingan-kepentingan masing-masing.
Ideologi ultrakanan memang telah merasuk ke mana-mana ini sangat tidak mudah. Â Wong juga masih dipakai oleh politikus minim prestasi, jadi susah dibersihkan.
Kepentingan politik. Lagi-lagi politikus minim prestasi yang melanggar hukum dan main mata dengan aparat. Itu fakta yang susah dihindari. Keadaan ini faktual menyusahkan kepolisian dalam menegakkan aturan.
Optimis dan penuh harapan bahwa masih ada kehedak baik itu bebenah. Inilah waktunya polisi menampilkan citranya yang baik dan positif. Berat memang kudu mengorbankan anak buah, namun hukumlah yang salah, bukan malah melindungi yang keliru bahkan jahat.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H