Hak  pengelolaan hutan atau perkebunan tentu saja lagi-lagi adalah milik negara, dalam hal ini perlu keterlibatan dan peran pemerintah. Memang, dan suka atau tidak, selama ini desas-desus semua bisa dibeli dengan uang jelas adanya.  Ketika uang menjadi penguasa, pemerintah tidak akan berdaya dengan para pengusaha yang sudah membeli dengan harga cukup tinggi bagi oknum negeri, jika dihitung untuk negara atau rakyat jelas belum seberapa.
Birokrasi seenaknya sendiri. Suka atau tidak, keputusan dibuat, namun di lapangan keadaan bisa berbeda. Mengapa demikian? Mental  birokrasi bobrok, bisa melakukan seenaknya sendiri. Ala-ala ABS, di depan ya ya namun di belakang, tidak mau tahu. Bisa berbeda jauh. Ini masalah tabiat yang bahkan mendekati budaya.
Apalagi diperparah dengan model timses menjadi pejabat. Lha timses pihak lain ada di bagian atas atau bawahnya, bisa terjadi saling sabot dan saling sewot. Ujung-ujungnya adalah negara dan masyarakat yang menjadi korban. Ini faktual.
Belum lagi jika bicara mengenai ideologi. Jauh lebih susah dari sekadar perbedaan afiliasi politik. Hal ini bukan rahasia lagi, tentu banyak yang paham, bagaimana banyak lembaga sudah menjadi lahan bagi ideolog yang mau menggantikan Pancasila. Mereka ini tentu saja akan membuat negara lemah dan yang penting perjuangan mereka bisa segera terlaksana.
Negara yang lemah dengan aneka macam sebab, tentu menjadi harapan mereka untuk bisa merebut kekuasaan. Faktual yang seolah dianggap biasa saja. Jangan heran jika banyak kebijakan tumpag tindih, lha peraturan juga demikian.
Suap, korup, dan kolusi. Hal yang sangat memprihatinkan. Hal yang sudah sekian lama mau dibersihkan gagal lagi gagal lagi. Susah karena begitu banyak kepentingan, di mana sudah terlalu enak menjadi benalu bagi negeri ini.
Penegakan hukum masalah ini juga seolah jalan di tempat. Miris, negeri religius namun masih saja ribet dengan maling berdasi. Tidak sejalan dengan  pengusutan penistaan agama, namun kaum agamawan pun masih mau suap menyuap. Hal yang tidak seharusnya terjadi di negeri ini.
Penyederhanaan   parpol menjadi salah satu cara untuk mengurangi konflik kepentingan dan perbedaan antarlini pemerintahan. Hal yang akan ditolak karena enaknya kue yang dibagi-bagikan oleh negara.
Penyadaran bahwa agama bukan sekadar label dan dentitas, namun juga laku dan cara bersikap sebagai bangsa dan negara. Hal yang masih terlalu jauh dari semestinya di negara ini. Terlalu banyak munafikun yang masih   bercokol di negeri ini. Religius namun sekaligus maling masih sangat biasa.
Jika hal ini sudah lebih baik, alam demokrasinya pasti jauh lebih baik juga. Memang masih harus dihadapi untuk negeri yang lebih baik.
Terima kasih dan salam