Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi Sejarah Serangan Umum 1 Maret, Menanti Perbaikan Kisah G-30 S

9 Maret 2022   10:13 Diperbarui: 9 Maret 2022   10:19 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revisi Sejarah Serangan Umum 1 Maret, Menanti Perbaikan Kisah G-30 S

Menarik apa yang menjadikan 1 Maret sebagai Hari Kedaulatan Negara.   Keppres Penegakan Kedaulatan Negara salah satu poin penting yang menjadi polemik adalah hilangnya peran sentral Soeharto, dalam kisah sejarah 1 Maret 1949 itu. Para pendukung Orba yang salah satunya paling getol, Fadli Zon sampai ngamuk.

Apa yang terjadi, sehingga nama Soeharto "lenyap" tidak sebagaimana yang digembar-gemborkan era lampau itu? Apakah ini permainan politik dan sejarah itu ada di tangan pemenang. Beberapa hal layak dilihat:

Pertama, Jokowi melihat rekam jejaknya tidak demikian. Lihat   apa yang ia perlihatkan pada rival politiknya, Prabowo dan Sandi masuk dalam kabinetnya. Padahal jelas-jelas itu lawan dalam pilpres. Dalam masa kampanye juga luar biasa apa yang kubu mereka lakukan. Toh tidak menghalangi kebersamaan bagi nusa dan bangsa.

Fakta lain, penghargaan pada oposan luar biasa, Fahri Hamzah dan Fadli Zon.  Benar, ini kapasitas sebagai presiden dan mantan pimpinan dewan. Toh sangat mungkin jika membuang nama Soeharto, bisa juga menghilangkan mantan pimpinan DPR untuk memperoleh penghargaan.

Kedua, posisi Soeharto ya memang bukan siapa-siapa waktu itu. ada Jenderal Soedirman, ada Sri Sultan Hamengkubuwono IX, selaku Menhan, jelas presiden dan wapres, Sukarno-Hatta, meskipun dalam pembuangn tetap berperan sangat penting.

Keberadaan Soeharto sekadar penanggung jawab, salah satu bagian dari Jogyakarta. Artinya banyak yang setara dengan dirinya. Dia bukan satu-satunya. Di sinilah, peran itu tidak hilang, atau lenyap, namun memang tidak cukup signifikan.

Keberadaan Soeharto yang seolah sentral masa lalu itu yang tidak semestinya. Nah Keppres ini malah lebih tepat, mengembalikan posisi pada yang semestinya.

Ketiga, kalau tidak salah, Soeharto masih letkol, artinya masih ada kolonel dan jenderal yang demikian banyak pada masa itu. kalau zaman sekarang, letkol sekelas dandim atau  danyon, masih memiliki banyak atasan. Mana mungkin memiliki kemampuan dan kekuasaan sekelas panglima TNI?

Kapasitasnya tidak cukup memiliki garis komando dan koordinasi, jika itu MenHan HB IX masih sangat mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun