Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kominfo, Literasi Masyarakat, Media, dan FPI Melindungi Thionghoa pada 98

3 Maret 2022   09:03 Diperbarui: 3 Maret 2022   09:13 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thionghoa: Tirto.id

Kominfo memang berbeda dengan Menteri Penerangan era Harmoko, Orde Baru  yang demikian berkuasa, bahkan mutlak. Hidup tidak pada era otoritarian dan kekuasaan mutlak di pemerintah, Soeharto dan tim. Kebebasan bersuara dan berpendapat juga menjadi pembeda dengan era kini.

Namun, bahwa karena tujuan untuk mendidik masyarakat agar melek literasi, bahwa media juga kudu menyajikan data, opini, dan apalagi berita yang valid, relevan, dan mengandung kebenaran yang cukup terpercaya. Ini penting.

Masyarakat kita dikenal malas membaca. Selalu yang menjadi acuan adalah peringkat PISA negeri ini sangat memprihatinkan. Membaca itu penting, ketika budaya baca saja rendah, ya sudah, diperarah dengan sajian media yang buruk.

Membaca saja ogah, boro-boro membandingkan atau mencari pembanding dan pembenar atas semua informasi. Ini juga menjadi keprihatinan banyak pihak dan tentu saja lintas lembaga dan kementrian.  Tidak semata anak atau yang awam dalam literasi, termasuk elit terutama politikus sangat memprihatinkan.

Pers selalu berkedok kebebasan berpendapat. Tentu saja pendapat itu kudunya santun, jelas kebenaran, dan bukan malah ngibul. Apa yang disajikan itu tidak melanggar UU dan etika. Apa iya kebohongan itu sah secara hukum mau positif apalagi hukum agama.

Eforia usai rezim otoriter sudah seharusnya berakhir. Sudah lebih 20 tahun, saatnya bebenah menuju perbaikan. Kebebasan yang sangat longgar kudu taat aturan, konsensus, dan juga aturan yang ada. jangan mengatasnamakan kebebasan sekaligus juga kebablasan dengan ala kadarnya, pokoknya ramai dan malah membentuk persepsi salah lagi.

Dewan pers susah dijadikan rujukan karena partisan. Sepanjang sesuai dengan jalur partai yang menaungi atau  pernah bersama-sama jangan harap bisa menegakan etika jurnalis.

Kominfo berhak untuk menindaklanjuti, sebagaimana konten pornografi, kekerasan, dan terorisme. Media-media yang menebarkan ancaman kesehatan ekosistem pers yang sehat, perlu mendapatkan perhatian. Hal ini sesuai dengan amanat Johnny Plate selaku Menkominfo dalam Hari Pers Nasional bulan kemarin.

Ekosistem pers yang sehat itu jelas salah satunya menampilkan berita, opini, ataupun reportase yang berdasar azas kebenaran. Jangan malah menafikan kebenaran demi sejumlah uang.

Menkominfo, Johnny Plate lebih lanjut mengatakan, orientasi industri media yang baik akan tercermin dari  jurnalisme yang bermutu dengan basus data, analisis, dan pendekatan teori yang memadai.

Pers yang baik akan menjadi acuan di tengah gencarnya informasi dari  media sosial yang tidak jarang berujung pada hoax. Miris ketika justru media aus utama demi mendukung sebuah ideologi atau seorang atau sekelompok orang justru malah menebarkan kebohongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun