Kondom itu alat kontrasepsi yang sah, diakui negara, dan ada legal untuk edarnya. Asumsi bahwa valetine nantinya akan banyak kaum muda yang membeli untuk aktivitas terlarang. Memang sudah pernah ada penelitian, malah jangan-jangan pasangan suami istri yang mau merayakan dengan pasangannya dan butuh alat itu jadi terhalang.
Pun generasi muda sekarang jauh lebih kreatif. Mereka pasti beli via online jauh lebih murah, aman, terjamin kerahasiaannya, dan tidak perlu malu di depan kasir. Mereka, Pol PP tidak akan bisa merazia.
Cukup aneh dengan pemikiran razia kondom ini. bayangkan setiap saat ada kecelakaan di jalanan kan, tidak pernah ada razia  obil atau motor, atau penjual mobil-motor bukan? Yang dirazia tetap orang, atau pengendara. Kondomnya kan netral, tidak salah tidak juga benar. Tidak ada nilai apapun. Penggunanya, yang ditengarai muda-mudi belum menikah.
Padahal, lagi-lagi itu asumtif . belum tentu demikian, karena belum pernah ada penelitian mengenai dampak penggunaan kondom di hari valentine. Padahal banyak PKS eh PSK mangkal di jalanan, dan itu sebenarnya tugas Pol PP. Atau warung reman-remang, karaoke sebagai kedok atas prostitusi terselubung,
Pol PP adalah satuan yang bertugas menegakkan Perda. Kondisi pandemi yang masih membuat covid eksis ini jauh lebih penting ada razia pemakaian masker, orang pul kumpul, dan aktivitas ramai-ramai yang mulai marak lagi. Seolah covid sudah lewat.
Persoalannya adalah, bukan pada kondom, namun pola pikir aparat yang perlu dibenahi.
Susah melihat hal dan persoalan yang esesial. Apa yang mudah saja dilakukan, dan ketika terjadi keributan dan keribetan, minta maaf. Sama sekali tidak pernah ada tindakan atas kekeliruan dalam memutuskan sesuatu.
Terlalu besar asumsi. Persoalan yang sering ribet di negeri ini lebih banyak karena asumsi sepihak. Jarang yang berani melihat persoalan secara langsung dan menyeluruh. Persoalan yang selalu terulang, namun beda kemasan.
Apakah keadaan aktifitas seksual lebih baik dengan adanya razia itu? Mana ada evaluasi. Padahal bisa jadi toko itu rugi karena keputusan ngaco dari birokrat.
Berbeda dengan razia miras itu karena memang ada batasan-batasan yang jelas. Hukumnya pasti  karena memang ada. Berbeda dengan alat  kontrasepsi yang hampir selalu di depan etalase, strategis, dekat kasir, semua pasti melihat.
Masalah hukum di negeri ini campur aduk. Hukum agama, hukum positif, dan kadang juga sekelas asumsi sudah menjadi hukum tak tertulis. Miris ketika itu juga dijadikan rujukan dan pola pikir para birokrat. Palagi yang pelaku lapangan, seperti Pol PP.