Seandainya, satu kali menjabat, contoh batalyon, sejumpah 1000 prajurit, jika komandan mendapatkan seratus ribu rupiah saja, sudah memperoleh seratus juta, sekali, per seragam, belum lagi yang lain-lainnya, sangat mungkin bisa saja mendapatkan "upeti", kenaikan pangkat, penugasan, dan seterusnya.
Hal yang sangat mungkin terjadi, melihat pembelian seragam yang seharusnya jatah. Sudah dianggarkan oleh negara. Timbul pertanyaan lanjutan, jangan-jangan itu "setoran" berjenjang atau bertingkat, yang sudah menjadi kebiasaan selama ini. Jika demikian kan miris. Â Â Â
Seragam saja diperjualbelikan, memang wajar sih jika jatahnya tidak nyaman dipakai kemudian membeli di koperasi. Hal yang biasa. Namun, konteks ini tentu berbeda. Bisa jadi peluru bahkan senjata pun dijual kepada pelaku kriminal, atau bahkan KKB sebagaimana di Papua.
Ini soal integritas. Setuju dengan pernyataan KSAD, sepinter apapun, kalau pelit dan menyengsarakan prajurit copot. Perintah yang sangat tegas.
Pantesan saja banyak banget narasi yang maunya menjatuhkan Jenderal Dudung. Ini tidak semata karena melawan intoleran dan ormas radikal, namun juga dari dalam banyak kemungkinan yang panas. Mereka ini tentu saja tidak akan tinggal diam. Mendompleng dalam gerbong yang sudah mengerak memusuhi Dudung sejak peristiwa baliho dan memorakporandakan Petamburan.
Ahok dari dunia militer datang. Wajar resistensi itu terjadi. kenyamanan selama ini terpenggal, terganggu, dan menjadi bencana.Â
Keberadaan birokrasi mau sipil atau militer cenderung sama. Uang dan uang dalam seluruh urusan. Ketika mau dipangkas, yang sudah basa investasi banyak untuk segala urusan, saatnya memanen, eh malah berganti. Tentu saja mereka meradang dan ngamuk.
Militer tentu saja tidak akan bisa segalak dan searogan sipil dalam membantah atasan. Sikap mbalelonya tidak akan sebebas sipil.Â
Nah, Â mereka bisa jadi akan menggunakan ormas terlarang yang sudah berkamuflase dalam segala isu, bersama barisan sakit hatii pemuja kekuasaan. Momentum yang sangat tepat.
Kesejahteraan prajurit itu penting. Bagaimana negara hadir, namun digerogoti oleh raja-raja kecil yang suka upeti, ini yang repot. Seolah hal yang biasa dan sudah menjadi tradisi yang seolah tidak akan mungkin berubah.
Jauh lebih penting dari pada kasus Tuhannya Arab atau bukan. Jelas ini ranah yang dipolitisasi. Bagaimana ada atasan yang tega mengutip uang dari anak buah. Mereka ini jelas hanya berpikir gaya hidup bukan untuk berpikir yang lain.