Pertama, bagaimana reaktidnya kader Demokrat kala ada bahan untuk memojokkan pemerintah. Tanpa panjang dan kali lebar langsung saja ada dan jadi narasi untuk mencapai keinginan sendiri. Ini tidak semata menjelekka atau menuduh Jokowi dan jajaran, lebih jauh adalah mendapatkan poin untuk suara bagi mereka.
Kedua. Kinerja ugal-ugalan seperti ini, yang seharusnya membuat AHY-SBY malu dan melakukan pembinaan. Masalahnya adalah AHY juga sering melakukan politik yang sama. Penting menjadi bahan pembicaraan dulu masalah isi atau benar tidak bukan yang utama.
Ketiga. Berkali ulang membuat masalah dengan komunikasi media seperti ini, seolah ini adalah memang jalan ninja Demokrat untuk mencapai kembali kejayaannya. Â Lebih oposan dari oposan, kadang malah meliar, pokok menjadi bahan apalagi polemik.
Keempat. Saatnya adalah berpolitik prestasi, bukan lagi sensasi. Politik cemar asal tenar bukan lagi massanya. Lihat pilpres 2019 kemarin. Pasangan Prabowo Sandi membuat lelucon, pernyataan-pernyataan ngaco. Benar, bahwa mereka mendapatkan sorotan dan pembicaraan gede, namun keterpilihan sangat rendah. Akhirnya mereka kalah.
Kelima. Ini bukan zaman media cetak. Orang perlu lebih dari sehari untuk bisa mendapatkan pembenar atau adanya kesalahan. Kini berbeda, dengan internet, tanpa pakai lama akan cepat mendapatkan klarifikasi yang sangat kuat dalam pembuktian.
Keenam. Demokrat ini harus mengganti kader yang asal bapak senang, namun kontraproduksi. Mencapai kemenangan hanya dengan satu cara, menghantam Jokowi. Cara-cara kuno yang sangat tidak efektif. Padahal era modern ini begitu banyak cara untuk membranding diri dan partai.
Ketujuh, benar, dengan menghajar Jokowi sebagai tokoh sentral dan paling berpengaruh saat ini, peluang mendapatkan keuntungan gede. Lha namun apakah sukses? Selama ini malah mental dan mbumerang yang terjadi berkali-kali.
Durian runtuh itu tidak diperoleh, malah makin terbenam karena berdiri di atas lumpur hisap. Jangan salahkan pihak lain kalau Demokrat makin terpuruk dan tenggelam.
Bisa saja padahal dengan membesar-besarkan jasa atau keberhasilan SBY pada masa lampau. Namun ingat, jangan dengan membandingkan dengan pemerintahan sekarang. Pasti akan dengan mudah dimentahkan para pendukung Jokowi. Pembuktian yang sangat  mudah dan bahkan murah.
Sering melakukan, namun dengan membandingkan keberadaan pemerintah lainnya. Pembuktian sangat gampang dan kemudian malah menyerang balik dan lebih parah. Lagi-lagi sia-sia.
Demokrat tidak memiliki pemilih fanatis, sebagaimana PDI-Perjuangan atau PKS. Basis massa Demokrat sama sekali tidak ada. Nah, bagaimana  partai SBY ini dikenal itu jauh lebih penting.  Jauh  lebih potensial itu menggaet pendukung Jokowi yang sudah tidak memiliki lagi figur sentral sebagaiana Jokowi.