Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Kemenkominfo Matikan 3G dan Mempertahankan 2 G, Mengapa?

8 Januari 2022   20:36 Diperbarui: 8 Januari 2022   20:42 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3G: Okozone.com 

Menkominfo, Matikan 3G dan Mempertahankan 2G, Mengapa?

Menkominfo, Johnny Plate mengatakan, telah meminta pada operator seluler untuk secara bertahap mematikan layanan 3G. Masyarakat tentu bertanya-tanya, mengapa 3G ditutup namun 2G masih beredar dan tidak ada himbauan untuk dihentikan.

Berbeda kegunaan dan manfaat, mana 2G masih tetap eksis dan 3G harus menjadi masa lalu karena sudah lahir generasi terbaru yang jauh lebih menjanjikan. 4 G sudah merambah ke mana-mana, bahkan 5 G juga sudah mulai menjadi dagangan para operator.

Era dulu, suara, kejernihan suara dan lancarnya komunikasi dengan mendengarkan bunyi yang jernih dari pihak lain sudah sebuah prestasi. Itu juga masih ada dan dibutuhkan. Toh beberapa pihak, masih cukup puas dengan hal itu.

Pada generasi 3G dan seterusnya yang menjadi acuan utama adalah koneksi data. Bagaimana data, audio, video, dan internet menjadi sebuah kebutuhan yang sangat  penting dan mendesak. Kedatangan 5G tentu saja sebuah prestasi baru, yang menjamin kecepatan. Beda dua generasi, tentu 3G sudah tidak cukup menjawab kebutuhan pangsa pasar yang maunya cepat dan bagus.

Beaya juga terlalu mahal bagi operator sekaligus konsumen. Tentu ongkos dan ekonomi beaya tinggi menjadi perhatian dan pertimbangan bagi kedua belah pihak. Mana mau konsumen membayar mahal untuk hal yang lamban.

Operator juga enggan keluar beaya tinggi, padahal konsumen juga meninggalkan. Karena lamban dan juga kualitas gambar dan kecepatan trasfer data terlalu lama. Padahal kini adalah zamannya cepat, murah, dan jaminan.

Keputusan yang tentu saja menjadi angin segar bagi semua pihak. Hal yang lumrah, ada yang baru, yang lama akan ditinggalkan. Hal yang lumrah dan alamiah. Tidak akan menimbulkan gejolak, karena tidak bisa menjadi komoditas politik. Berbeda ketika berbicara premium atau BBM. Tentu itu sangat seksi bagi lawan politik pemerintah.

Akademisi dan pengamat dariITB setuju dengan gagasan Menkominfo Johnny Plate. Hal yang wajar, alamiah, adanya teknologi yang  mahal dan ketinggalan zaman ya sudah perlu ditinggalkan. Hal yang bagus dan seharusnya demikian.

Mengapa ini sepi dari pemberitaan dan menimbulkan kehebohan? Karena tidak menyngkut banyak kepentingan sebagaimana minyak bumi atau BBM. Pelaku industri telekomunikasi tidak sebanyak pengelola tambang. Yang sedikit saja ada gejolak sudah rami-ramai ribut dan memprovokasi massa untuk protes.

Bangsa ini sejatinya sudah dewasa. Perubahan itu hal yang biasa, hanya elit yang terbiasa nyaman dan kemudian ada perubahan yang menyenggol zona nyamannya, maka mereka ribut. Berbeda, bicara telekomunikasi ini, memang tidak banyak yang terkena dampaknya, maka tidak riuh rendah dan semua happy.

Perubahan itu hal yang sudah pasti dan akan selalu terjadi. kesiapan untuk menghadapi perubahan itu menjadi penting. Hal yang bisa dengan mulus terjadi itu hal baik bagi hidup berbangsa bagi negeri ini. Tidak usah  terlalu ribut dan ribet dengan pro dan kontra.

Masyarakat itu sejatinya sudah sangat mampu dalam banyak hal. Hanya saja, elit yang biasa berpesta pora dengan subsidi dan kemudahan, tentu saja enggan untuk diambil jatah maruk mereka. Lihat saja konsensi tambang, hutan, dan kekayaan negeri ini lainnya. Siapa yang   bisa mengakses? Ya hanya elit itu lagi itu lagi.

Mereka ini yang getol membuat gaduh dan kisruh. Lihat saja bagaimana teknologi informasi berkembang tanpa diributi oleh elit tamak yang maunya makan banyak tanpa mau kerja keras.  Akademisi pun kompak mendukung dengan dalil yang logis dan ilmiah. Ini tidak biasanya.

Akademisi pun mendukung keputusan Menteri Johnny Plate dengan semestinya. Tetapi lihat di tempat dan lembaga lain, bagaimana mereka, para akademisi ini melupakan sisi intelektual mereka. Begitu banyak, bisa dicek sendiri.

Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya, jika dunia digital dan internet juga dipenuhi dengan kepentingan politik dan ekonomi semata. Ekonomi kreatif berbasis digital akan terganggu. Apalagi PJJ dan kerja dari rumah bisa menjadi runyam.

Negeri ini sejatinya sangat baik dan mau maju, hanya terhalang oleh kepentingan elit yang tidak mau terganggu apa yang mereka maui. Sedikit banyak kini sudah mulai tertangani. Memang masih begitu banyak hal yang enggan mereka lepaskan.

Pergantian, silih berganti untuk hadir dan pergi itu normal. Teknologi juga demikian. Mengapa banyak   yang tidak mulus? Ya karena kepentingan gaya hidup, perut, dan ketamakan sebagian pihak yang biasa pesta pora.

Harapan baik selalu perlu dijadikan acuan, bahwa negeri ini sedang menuju kepada hal yang lebih baik. Perubahan yang tidak harus menjadi perdebatan, ya biasa saja, biarkan mengalir demikian.  masing-masing ada ranah untuk bisa terlibat. Tidak semua hal harus diwarnai kepentingan politik dan bisnis  semata-mata.

Masih ada harapan bahwa negeri ini akan terus lebih baik dari waktu ke waktu. Johnny Plate mendapatkan posisi yang lebih baik, lepas dari persoalan politik kotor yang berlebihan.

Terima kasih

sumber: Detik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun