Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Pengahokan" Dudung Abdurahman Penista Islam, Pasti Gagal

21 Desember 2021   19:26 Diperbarui: 21 Desember 2021   19:31 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahar & Dudung: Tribunnews.com

"Pengahokan" Dudung  Pasti Gagal

Trending di media sosial dengan taggar tangkap Dudung penghina Islam. Respon tidak akan sebagaimana yang dimaksudkan para pemain medsos ini. Mengapa  begitu cepat mengatakan bahwa agenda ini gagal?

Media arus utama tidak menjadikan isu itu sebagai sebuah berita yang akan menarik publik. Tidak ada pemberitaan mengenai taggar yang sedang trend hari ini.  Ya hanya ada  di media sosial itu. tidak meluas dan berdampak lebih gede lagi. Beberapa alasan layak dicermati mengapa tidak memberikan gaung yang cukup signifikan.

Pengulangan pola. Hal yang pernah sukses untuk menghantam Ahok diulang lagi. Kali ini Jenderal Dudung yang berani melabrak FPI yang sedang eforia karena Rizieq pulang. Eh malah dipatahkan dengan tegas. Penurunan baliho dan papan nama di Petamburan. Jantung FPI dikoyak oleh Pangdam Jaya kala itu.

Sentimen agama yang dipaksakan. Susah karena KSAD seorang Muslim. Berbeda dengan Ahok, tentu saja bukan bicara agama. Namun ketika sudah membakar mengenai sentimen agama, ras, dan suku sangat mudah terbakar. 

Nah, Dudung  pasti ada pembela yang sama kuat dengan yang menyatakan ia menista agama. Lha agamanya sendiri kan aneh.

Lahirlah dukungan bahwa jenderal bintang empat ini cucu dari salah satu tokoh agama masa lampau. Sama kuat, bahkan lebih dominan yang mendukung mantan pangkostrad ini karena alasan yang lebih lanjut sebagai berikut.

Bahar Smith, cenderung orang sudah tidak simpatik, usai ia menghajar murid dan sopir taksi. Namanya sendiri sudah tidak menjual dan meyakinkan publik dengan kampanye penodaan agama. Belum lagi makin banyak beredar video sikapnya yang bertolak belakang dengan apa yang ia jadikan jargon.

Kondisi sudah berbeda. Radikalisasi agama sudah mulai banyak berkurang. Pembubaran resmi FPI dan HTI jelas berbeda dengan saat 212. Di mana mereka waktu itu sedang kuat-kuatnya. Belum lagi ditunggangi kepentingan politik praktis yang sangat kental. Semua tiba-tiba bersatu atas nama pembelaan agama. Aslinya begitu banyak kepentingan.

Kekuatan agitator ada pada duet Rizieq dan pengerahan massa oleh Munarman. Keduanya sudah ada dalam belenggu. Ini 75% kekuatan massa demo Ahok yang tidak akan mungkin bisa untuk menjatuhkan Dudung Abdurahman.

Pernyataan Dudung Abdurahman jauh lebih susah untuk dipelintir, dari pada kata-kata Ahok. Jelas sangat mudah memotong pernyataan Ahok dari pada apa yang dinyatakan Dudung. Berkali ulang didengungkan ya sama saja, tidak ada riak apalagi gelombang. Ya hanya bergaung di media sosial.

Pelaku media maya sangat mungkin adalah robot  atau mesin. Mereka-mereka ini hanya ahli di sana, bukan yang real.  Nah, gaungnya mungkin gede dan masuk trending, namun di lapangan dunia nyata sepi-sepi saja. Mereka bukan  pakar untuk menggerakan massa. Hanya pinter menaikan taggar karena menggunakan banyak akun saja.

KSAD tidak bersentuhan dengan kepentingan politik. Jadi, tidak ada sambaran sebagaimana era Ahok. Jabatan Gubernur Jakarta yang terbuka untuk diperebutkan. Berbeda dengan KSAD. Mana bisa juga militer mau mengganti dengan kekuatan sendiri. Lain, ketika itu gubernur.

Keadaan sangat berbeda. Sekarang mengenai agama sudah jauh lebih cair. Menteri Agamanya berlaku dengan baik. Kondisi-kondisi lain sudah mulai cair. Jadi ini hanya riuh rendah di media sosial dan tidak memberikan dampak secara langsung di masyarakat.

"Musuh" dudung hanya ormas yang ia semprot waktu itu, FPI. Berbeda dengan Ahok yang memang tukang menebar musuh. Berapa saja yang ia ganggu kenyamanannya selama ini. Dewan setiap hari berkelahi. Mereka bahagia mendapatkan angin segar untuk menyingkirkan Ahok.

Pengusaha yang terbiasa main mata dan kemudian mati kutu dengan kinerja Ahok. Memangnya mereka rela hati tersisih dari pesta pora yang enak? Pastinya tidak. Ada kesempatan, pasti bergabung,

Anasir politik identitas. Ini sih jelas  hanya itu itu saja. Ditingkahi banyak pihak yang memiliki aneka agenda namun jelas pesta pora sebenarnya.

Ahok itu pemain politik. Siapa kawan siapa lawan itu soal kepentingan. Bertolak belakang dengan Dudung. Orang militer,  satu komando. Komandan dihina ya akan meradang anak buahnya. Benar saja video pembelaan dari anak buahnya begitu banyak bertebaran. Jauh dengan apa yang terjadi pada Ahok.

Laporan kepolisian untuk Dudung tidak ada. Malah laporan kepolisian untuk Bahar Smith lebih dari satu. Sikapnya langsung berubah. Sebetulnya itu masih bisa dikomunikasikan.  Bagaimana sikapnya yang seperti ini akan bisa menggembosi Dudung.

Pemaksaan untuk menyeret pada agama, padahal itu aslinya mantan ormas susah payah dan tidak bisa. Sudah jauh lebih banyak orang yang jernih melihat persoalan. Pembelaan pada Jenderal Dudung lebih banyak sebenarnya. Hanya saja memang tidak ada aksi untuk itu.

Susah mengharapkan adanya aksi lebih lanjut dari pada hanya dengungan di salah satu media sosial saja. Alasannya terlalu mengada-ada, kondisi juga lain dengan 212. Masih lagi pola yang dipakai hanya mengulang-ulang.

Memang sih masih banyak pelaku yang mau menyalib di tingkungan. Tetapi toh mereka juga jauh lebih realistis. Berkali ulang demo gagal itu uang sudah mengalir tentu saja.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun