Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Omicron dan Alasanku Memakai Masker

3 Desember 2021   12:00 Diperbarui: 3 Desember 2021   12:11 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Omicron | Sumber: Kompas.com

Omicron dan Alasanku Memakai Masker

Saya selalu mengenakan masker, ketika di luar rumah. Menyapu halaman  karena tepi jalan tetap menggunakan masker untuk menutupi mulut dan hidung. Beberapa alasan dapat saya kemukakan.

Pertama, saya menghargai para korban covid yang berjuang antara hidup dan mati. Salah satu rekan ada yang sampai dadanya dilobangi tiga titik. Bekasnya masih tampak dengan jelas. Belum lagi dampaknya, berbulan kemudian masih berat nafasnya kalau berbicara sekitar 15 menit atau lebih.

Bisa dibayangkan, bagaimana perjuangan-perjuangan para penyintas itu. mau ringan, berat, ataupun hanya dianggap sebagai penyakit biasa. Bayangkan saja  mereka tidak bisa membui, mencium, dan juga merasakan.

Bagi penyuka kopi seperti minum air tawar. Penyuka parfum pasangan, eh seperti tidak ada apa-apa. itu mengerikan. Ditambah narasi di mana-mana yang sangat tidak jelas.  Kepentingan dan keuntungan yang ikut berbicara.

Kedua, perjuangan para nakes. Benar, mereka ada pekerja, profesi mereka, ini konsekuensi pekerjaan. Tetapi di tengah pandemi semua berbeda, berubah. Bayangkan berjam-jam mengenakan APD, lelah, letih, kehausan, menahan kencing itu siksaan. Toh mereka bekerja demi keselamatan yang lain.

Belum lagi was-was ketularan, keluarga mereka bagaimana dan seterusnya. Hal yang sangat berat dan tidak mudah pastinya. Toh mereka bisa bertahan.  Duka dan bahagia kekal bagi yang tidak mampu bertahan dan kalah karena keganasa covid dan juga egoisme orang lain.

Ketiga, keluarga korban, bagaimana keluarga kehilangan, anak, ibu, bapak, atau keluarga yang lain. bisa jadi mereka ini orang yang taat prokes, karena egoisme sekelompok orang, entah atas nama agama atau atas nama kebodohan mereka memaksakan kehendak untuk tidak mau mengenakan masker, tetap beredar ke mana-mana tanpa mau tahu dengan kebersihan diri, korban orang lain.

Keempat, simpati pada guru dan tenaga kependidikan. Bagaimana mereka berjibaku untuk berkreasi sehingga pendidikan bisa berjalan, meskipun sangat susah. PJJ itu hal yang sama sekali baru dan harus dilakukan. Kala PTM tahu kondisi real mereka pasti sedih alang kepalang. Kemampuan anak jauh dari yang diperkirakan. Cek saja kalau tidak percaya.

Kelima, para pejuang taha diri untuk ngider. Ini banyak lho, mereka pasti jenuh, frustasi, dan juga jengkel, namun mau patuh dan taat dengan kebijakan yang sama-sama tidak disukai. Toh semua, seluruh dunia mengalami.

Keenam, para pekerja harian yang mendapatkan uang karena hari itu bekerja. Pekerja di dunia transportasi mereka paling terdampak. Toh mereka, kebanyakan yang pernah sempat bercakap-cakap relatif menerima dengan lapang dada, bandingkan dengan elit yang tidak kesulitan namun ribut melulu. 

Harusnya mereka ini turun ke bawah, bicara dengan orang-orang yang terdampak, pasti mereka malu. Apalagi pimpinan MPR itu. Apakah mereka terdampak penghasilannya? Sama sekali tidak. Toh mulut mereka paling keras berteriak.

Gji tetap utuh, mereka sudah aya duluan. Mana ada sih anggota apalagi pimpinan MPR itu miskin? Tidak akan ada sama sekali. Toh masih beisa berteriak, padahal begitu banyak rakyat yang bingung mau makan, toh mereka tidak dengar.

Omicron sudah lahir, konon penularan sampai 500% atau lima kali lipat lebih menular. PTM sudah banyak dilakukan. Sangat mungkin di sekolah prokes berjalan dengan baik. Ini kondisi umum, benar bahwa banyak yang abai, toh perlu dipegang secara umum relatif baik. Kecil kemungkina kluster sekolah.

Jauh lebih mengkhawatirkan adalah perjalan para siswa. Bagaimana abai berkenaan dengan penggunaan masker. Lebih banyak yang ditaruh di dagu. Di jalanan itu bertemu dengan begitu banyak orang, jutaan virus bisa beterbangan dan siapa yang bisa tahu tidak ada covid.

Anak-anak sekolah relatif banyak yang belum mendapatkan vaksin. Mereka sangat rentan, benar daya tahan tubuh mereka kuat. Tetapi hati-hati itu penting.

Belum lagi yang menggunakan angkutan umum. Jaga jarak mana ada pas jam sibuk sekolah dan pekerja berangkat. Ini juga potensial untuk terjadikan penularan.

Anggaran sosialisasi pengetatan prokes juh lebih mendesak dari pada sosialisasi MPR yang tidak juga kelihatan manfaatnya. Lihat saja bagaimana (4) empat pilar itu toh makin kuat paham antiPancasila  di mana-mana.

Satgas bersama TNOI-Polri perlu kembali menguatkan razia berkaitan dengan masker, asal jangan hanya photo pada beberapa orang yang sudah bermasker namun diganti dan kemudian photo, demi laporan.  Ini sikap abai lain yang potensian menjadi penyebab gelombang berikut bisa datang.

Guru, mewanti-wanti dan mewajibkan anak didik mereka untuk tetap menggunakan masker dengan baik sepanjang perjalanan.  Malah jangan-jangan gurunya pun tidak memahami bahayanya di jalan dan tidak berpikir demikian.

Oorang tua. Susah memang karena banyak orang tua yang sudah abai dan merasa sudah selesai dengan covid. Ada juga yang tidak percaya sejak awal dan kebetulan tidak terjangkit.  Sekiranya mau mendengar dan membaca dengan otak sebenarnya sih mau tahu.

Covid ini tidak terlihat, lha yang terlihat seperti maling saja pada masih menerabas apalagi yang tidak terlihat. Harapannya sih benar-benar selesai dan melandai untuk kemudian lenyap.  Sebelum resmi dinyatakan lenyap, sikap hati-hati dan menjaga diri wajib hukumnya.

Memulai dari diri sendiri untuk menjaga diri dan sesama. Tidak perlu galau karena dominan lepas masker. Gaya hidup baru yang baik mengapa ragu.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun