Mengapa Andika Perkasa?
Surat Presiden  (Surpres) kepada DPR mengenai pencalonan Panglima TNI yang baru sudah ada.  Nama Jenderal Andika Perkasa yang diajukan Jokowi  untuk mengggantikan Panglima TNI Hadi yang memasuki usia pensiun. Hal yang lumrah sejatinya, pergantian pejabat, apalagi ukurannya adalah usia.
Militer itu sangat biasa, apalagi pangkat dan usianya masih mencukupi. Persoalan dan pembicaraan terjadi karena adanya kebiasaan bergilir ala SBY dan masa lalu selalu Angkatan Darat milik Orba. Sejatinya, bukan masalah dari angkatan atau matra mana, namun mengenai kapasitas, kapabilitas, dan kebutuhan saat itu.
Ingat, Panglima TNI itu juga urusan politik, tidak sekadar jabatan. Ini kadang terlupakan. Kepentingan keamanan negara ada di tangan panglima. Apalagi ketika berbicara mengenai aksi radikalis, terorisme, dan juga persaingan global. Jadi tidak semata usai AU ke AL, dari AL ke AD, dan begitu terus.
Urut kacang sebagai manifestasi keadilan tidak salah. Namun, sangat tidak tepat ketika berbicara mengenai kemampuan, profesionalisme, dan juga politik terlibat di dalamnya. Apa sih yang menjadi masalah dan potensi masalah ke depan?
Keadilan itu tidak hanya satu paham semata. Urut dna giliran itu juga adil. Namun apakah mengirimkan adik terkecil untuk mewakili kenduri itu lazim, benar ia juga anak dan sudah bisa. Mengapa tidak kakaknya yang lebih pantes. Apakah kalau bapaknya berhalangan dan mengutus anaknya yang lebih gede tidak adil bagi si adik? Tidak.
Potongan kain juga beda kog tidak orang, apakah itu tidak adil? Jadi, jika bicara adil juga bicara secara lebih luas, bukan saklek satu model keadilan.
Jelas masalah korupsi. Susah sih kalau bicara ini, karena hampir semua lini sudah tercemar. Kadang orang tidak sengaja sudah masuk pada kebiasaan maling yang dianggap biasa saja. Konsep maling ini perlu disamakan persepsinya dulu dan kemudian mau apa dengan tabiat maling yang sudah mendarah daging itu.
Aksi terorisme dengan akar fanatisme dan ideologi ultrakanan. Ini jangan dianggap sepele karena sudah sekian lamanya ada pembiaran. Pembubaran dan menjadikannya ormas terlarang HTI, FPI, dan tanpa adanya tindakan hukum lanjutan, membuat mereka masih saja berkoar-koar, menebarkan permusuhan dengan balutan agama.
Susah karena sudah meruyak dan merasuk ke semua segi hidup berbangsa. Termasuk juga militer. Indikasi-indikasi sangat kuat terbuka satu demi satu dalam menyikapi fenomena yang berkaitan dengan hal demikian.
Beberapa contoh sudah terlihat, mengenai penusukan Wiranto, ia adalah sesepuh tentara, eh banyak keluarga militer aktif menggunakan media sosial mendoakan yang buruk dan mendukung aksi kekerasan yang berafiliasi pada aksi teror dan juga radikalis.
Menyambut Rizieq Shihab yang kabur ke Arab dan pulang. Bagaimana keluarga besar militer ternyata banyak yang menjadi pemuja pengaku imam besar ini. Ingat, ini  bukan soal benci atau karena sosok agamanya. Namun bagaimana ia beragama dan berpolitik secara tidak semestinya.
Ideologi itu menjadi penting. Bagaimana bisa negara yang sudah ada ideologi mapan, mau diganti dengan paham yang bisa merusak dinamika hidup bersama. Sikap pemimpin terutama Panglima TNI sangat penting. Tentu saja ini tidak mengatakan KSAL dan KSAU tidak memiliki kepedulian mengenai aksi perongrongan ideologi negara ini. Tentu tidak.
Suka atau tidak, keberadaan AD itu sangat dekat dengan masyarakat. Karena berkaitan  kinerja, teritori, dan juga keberadaan AD yang sangat gemuk karena puluhan tahun negara dalam kendali militer, angkatan darat lagi. Ini belum ada reformasi untuk mengatasi atau membuat perimbangan.
Mantan, atau pensiunan dari matra darat pula yang paling banyak memanaskan suhu perpolitikan dan isu-isu strategis nasional. Mulai jenderal penuh, jenderal hadiah, pun sekelas mayor pun ribet. Ada Gatot Nurmantyo mantan Panglima TNI, ada Prabowo, mantan Danjen Kopasus dan Pangkostrad, ada pula AHY yang masih ramai berebut dengan Mantan Panglima TNI Moeldoko.
Hampir sepi mantan AL atau AU yang riuh rendah dalam percaturan politik kelas wahid. Ini tentu perlu penanganan yang sangat bijaksana. Keberadaan Andika Perkasa jauh lebih mudah, cair, dan leluasa di dalam "menenangkan" para purnawirawan yang getol menggunakan banyak isu untuk mendeskreditkan pemerintah.
RUU Ciptakerja, Â RUU KPK yang baru, aksi September, banyak digawangi eksAD. Tidak masalah sebenarnya bagi pemerintah, karena fokusnya adalah bekerja, namun menjadi ribet ketika energi menjadi habis terkuras dan juga waktu yang terbuang untuk menghadi aksi dan narasi ngaco mereka-mereka ini.
Surpres ini tidak akan ada yang menolak dengan sangat ekstrem kemudian batal perlu pengajuan nama baru. Sama sekali tidak akan ada. Paling-paling sok kritis dengan memberi banyak catatan akan dilakukan oleh Demokrat kecil kemungkinan PKS. Mereka sih caper saja dan biar dilihat bahwa mereka kritis dan peduli, padahal sama sekali tidak demikian.
Artinya sangat terbuka kemungkinan Andika Prakasa menjadi Panglima TNI yang baru. Â Selamat bekerja Jenderal Andika Perkasa. Layak ditunggu dan sangat menarik adalah pengganti KSAD yang lowong. Jenderal bintang tiga dan dua senior juga mungkin menjadi KSAD.
Terima kasih dan salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI