P3 Â tidak cukup kuat dalam basis massa. Berbeda dengan PDI-Perjuangan atau PKS. Tidak cukup meyakinkan untuk menggunkan pemilih P3 sebagai kendaraan untuk maju sekelas pilpres. Ingat, keterpilihan di masing-masing provinsi juga penting.
Suara P3 juga tidak cukup signifikan. Kelas menengah bawah, masih tidak cukup memiliki pemilih fanatis. Sangat susah untuk berbicara sekelas nasional, pilpres. Mereka harus menggandeng salah satu partai besar, Golkar, PDI-P, atau Gerindra.
Celakanya, ketiga partai besar itu masing-masing sudah  memiliki kandidat amat kuat, susah untuk mundur.  Artinya, poros P3 bersama partai besar cukup kecil kemungkinannya.
Apabila ngotot Ridwan Kamil capres dengan kendaraan utama P3 lebih susah lagi. Ada partai sama-sama kecil sebagaimana Demokrat. Dua slot sudah terpenuhi, AHY,-Ridwan Kamil. Siapa capres, siapa capres itu penting. Â Masih pula mencari tambahan satu atau dua partai kecil. Ada PAN, PKS, Nasdem, dan itu tidak gratis tentu saja.
Partai yang dipilih, P3 tidak cukup berpengalaman mengenai pencalonan presiden. levelnya belum segede itu. Peran mereka selama  ini hanya penggembira, bukan pemain utama. Ini penting,  sangat mungkin nanti mereka gagap.
Permainan yang selama ini dilakukan, pangsa pasarnya sama, identik dengan calon lain, semisal anies Baswedan, AHY, dan Gatot jika bisa maju. Mereka ini bermain pada kubangan ultrakanan, yang makin pudar ke depannya.
Publik tentu masih ingat ketika ia "menyambut" kedatangan Rizieq Shihab. Posisi keliru yang tidak bisa dianulir, terbaca bagaimana afiliasi politiknya. Kalah langkah dengan Anies yang memang lebih vulgar sejak awal.
AHY memiliki kereta sendiri, jadi lebih aman. Posisi Ridwal Kamil di dalam posisi ini, bertiga paling lemah.
Datang ke Papua waktu PON kemarin, tidak cukup mendapatkan perhatian publik. Kalah pamor dengan Ganjar Pranawa. Susah lepas dari bayang-bayang Gubernur Jawa Tengah kalau soal pendekatan pada akar rumput.
Mengambil momen yang sudah menjadi panggung rival ya sama juga mendapatkan remah-remah. Kreatifitas rendah jika demikian.
Penanganan covid 19 juga relatif tidak mencolok. Lebih banyak narasi, menembak pusat, ikut-ikutan Anies Baswedan. Lagi-lagi mengekor, kurang cerdik melihat peluang.