Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Novel Baswedan, Ikhlaslah seperti Keamanan yang Dipecat, Komnas HAM Mana?

1 Oktober 2021   20:50 Diperbarui: 1 Oktober 2021   20:54 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik, usai 57 pegawai KPK dipecat, dan deadline berakhir 30 September, ada kisah dan drama baru yang terungkap. Dua tahun lalu, ada salah satu pegawai tidak tetap, keamanan dipecat menurut versi si ekskaryawan karena memotret bendera HTI.

Kisah dua tahun lalu, posisi WP begitu digdaya, dan apa sih yang tidak bisa mereka lakukan. Apalagi pada  pegawai tidak tetap, dan membahayakan posisi strategis mereka. Ingat, ini adalah berdasar satu sumber, dari Iwan Ismail.

UU KPK baru, yang berimplikasi adanya dewan pengawas dan pegawai KPK harus menjadi ASN, mereka harus ikut seleksi sehingga bisa masuk ASN, dan juga tunduk pada UU ASN. 

Mereka pun menolak dengan sengit. Bayangkan, keputusan negara, DPR dan pemerintah saja mereka terang-terangan tolak, apalagi hanya menghadapi seorang karyawan tidak tetap.

Beberapa hal layak menjadi pembelajaran bersama, sehingga Novel Baswedan dkk tidak terus saja menjual derita dan ngedrama. Tidak lolos seleksi itu hal biasa, jangan malah seolah itu kiamat dan bencana.

Iwan Ismail malah menasihati mereka, NB dkk untuk ikhlas sebagaimana ia terima pemecatan yang di  luar prosedur itu. Tidak ada Komnas HAM, tidak ada PGI, tidak ada pula demo mahasiswa, Ombudsman juga tidak ikut cawe-cawe. Bayangkan, jika ke 57 orang ini yang tidak lolos itu mengalami seperti Iwan ini.

Sedikit banyak menambah keyakinan bahwa desas-desus soal ideologi lain di KPK itu benar adanya. Ingat, masih bicara bahwa kemungkinan itu ada. ketidak lulusan TWK dan adanya sebuah dugaan tambahan bukti, makin menguatkan bahwa isu itu benar adanya.

Mengapa begitu ngototnya kudu di KPK? 

Kan tidak lolos sesuatu itu wajar bukan? Namun hanya Novel Baswedan dan kawan-kawan saja yang menyeret siapa saja, menuding siapa saja yang potensial membuat mereka makin jauh dari KPK.

Komnas HAM kok belum bersuara mengenai kisah Iwan ini? 

Mengapa dan ada apa?  Menjadi aneh dan tanda tanya, ketika Novel Baswedan dan kawan-kawan mereka getol membela bak babi buta. Padahal sudah lapor dan tuntut ke mana-mana, dan TWK sah secara hukum.

Aneh dan lucu, ketika penegak hukum saja tidak lagi percaya pada keputusan hukum. Bagaimana pertanggungjawaban mereka atas klaim bahwa mereka penegak hukum yang berintegritas, kala menghadapi produk hukum, karena tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, tidak mau menerima.

Indonesia Memanggil. Jadi ingat, sebelum kejadian demo besar-besaran tahun lampau, ada juga judul dengan nama yang identik, Gejayan Memanggil. Apakah ke-57 ini juga sama dengan inisiator itu, atau semata kesamaan ide atau ideologis malah?

Bangsa ini sedang ada pada posisi banyak ketidakpercayaan. Sikap saling curiga, dan merasa ada ancaman. 

Pihak berbeda itu ditengarai sebagai musuh yang mengintai. Ini jelas ada yang memainkannya. Narasi ngaco, waton sulaya, dan pokoknya berbeda itu terlalu naif jika lahir begitu saja.

Nah, karena itu, penting untuk memberikan perhatian pada keberadaan Iwan Ismail, meskipun sudah dua tahun berlalu. Mengapa demikian?

Elit, tokoh, atau pejabat di negeri ini sudah sering membuat pernyataan, tetapi ketika salah dan ketahuan ndobosnya, tidak pernah ada pertanggungjawaban yang semestinya. Ngeles ke mana-mana, jangan sampai hal demikian menjadi budaya buruk berbangsa.

Sama, kisah ini, benar atau salah, harus diselesaikan, sehingga publik itu tidak apatis, namun percaya mana yang benar, mana yang salah. Toh keduanya masih sama-sama pada posisi hanya mendapatkan informasi dari salah satu pihak.

Rentetan besar dan penting, jangan dianggap angin lalu saja. 

Siapa-siapa yang di KPK, maupun sudah tidak di sana, perlu dijelaskan kepada publik, atau Iwan yang membuat isu tidak bertanggung jawab. Perlu kejelasan dan penting.

Siapa juga yang memasang bendera itu di sana. Jangan-jangan mereka ini malah masih lolos TWK, kan mengerikan. Hal yang penting seperti ini malah kadang tidak diurus, malah terlalu asyik dengan kehebohan yang tidak penting.

Ada kekuatan dan kekuasaan yang berlaku sewenang-wenang. Hal yang sangat biasa terjadi, dan tidak pernah ada penyelesaian yang konkrit. Coba Komnas HAM menyelesaikan hal-hal demikian. Paling-paling juga akan menghindar bukan tupoksi kami.

Mengapa KPK selama ini cenderung tertutup, eksklusif, dan mempunyai banyak sisi-sisi abu-abu yang tidak transparan. 

Contoh juga siapa saja yang menekan Iwan ini, dan kemudian menguap begitu saja. Sama juga dengan truk barang bukti hilang. Kan aneh, truk segede itu bisa hilang.

Sama juga sebagaimana kata Mahfud MD, konon Presiden Jokowi lapor KPK saja tidak ada tindak lanjut. 

Ada apa ini? Kan aneh, berani tidak KPK buka-bukaan, berapa laporan yang masuk, tidak bisa dilanjutkan berapa karena apa, dan yang sudah ditindaklanuti berapa, hasilnya seperti apa?

Lembaga, SJW, dan juga tokoh-tokoh begitu banyak membela ketika TWK tidak lolos, mosok untuk si pegawai ini pada diam sih? 

Soal waktu, kini zaman era digital, rekaman masih banyak kog. Hanya soal mau atau tidak.

Ikhlas itu tidak juga membenarkan perilaku jahat. Benar kata Menag dan Buya Syafeei, yang waras jangan mau mengalah. Terlalu banyak kejahatan yang sudah menjadi penguasa di negeri ini.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun