Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

9 Fakta di Balik Ultimatum BEM-SI pada Jokowi

26 September 2021   20:12 Diperbarui: 26 September 2021   20:52 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Tribunnews.com

Apa yang dilakukan BEM-SI sangat menarik untuk dicermati. Bagaimana sikap mereka ini, rasional, emosional, atau karena kepentingan pihak-pihak tertentu. 

Hal yang wajar mahasiswa itu kritis, bersikap berbeda dengan keadaan yang ada. Nah, tetapi apakah itu logis, rasional, lebih mewakili kepentingan yang lebih gede, atau sempit?

Kasus yang dijadikan bahan tekanan atau ultimatum adalah mengenai Novel Baswedan dengan kasus TWK yang tidak lolos. Asumsi BEM UI adalah adanya ketidakadilan.  

Wajar juga, jika saya juga berasumsi bahwa ada juga ketidakadilan oleh BEM UI pada Presiden Jokowi, apalagi kalau Jakarta benar-benar macet.

Jakarta macet, di tengah pandemi yang masih belum usai, dibandingkan dengan keberadaan Novel dkk yang tidak lolos TWK itu kerugiannya besar mana? Tentu kemanusiaan bukan bicara soal untung rugi. Bicara keadilan bukan pula untung rugi, namun bagaimana melihat itu secara proporsional.

Pertama, rekam jejak. Bagaimana Jokowi dan Novel Baswedan bekerja dan memberikan warna bagi tempat ia bekerja. Lebih baik mana di antara keduanya? Lebih menjanjikan mana, baik pernyataan, pekerjaan, dan juga rekam jejaknya. Tidak usah susah-susah, cek saja via mesin pencari akan ketemu kog.

Rekam jejak ini pasti ada pro dan kontra, tetapi kan akan ketahuan mana yang cenderung baik-benar, dan mana yang memaparkan data yang tidak semestinya. Mudah kog dicari dan dianalisis.

Kedua, konsistensi alasan ngototnya Novel Baswedan. Berubah-ubah, mengaku integritas, yang ujung-ujungnya pesangon. Menolak dewas tapi akhirnya minta tolong dewas. 

Pernah mendesak Presiden Jokowi tidak intervensi kali ini minta tolong. Adanya kontradiksi membuat tanda tanya besar, apa sih maksudnya? Cenderung kepentingan sendiri bukan kepentingan negara.

Ketiga. Ada klaim kalau akan ada pelemahan dengan tidak lolosnya Novel Baswedan. Faktanya toh OTT sudah banyak terjadi usai si penyidik tidak lagi bekerja. Malah menangkapwakil ketua DPR juga.  

Artinya hanya  orang biasa, bukan tokoh besar yang bisa merobohkan KPK jika tidak ada Novel Baswedan.

Keempat, BEM harus tahu juga kalau orang bekerja namun tidak mau pindah tempat sekian tahun, padahal komisioner selalu berganti dalam rentang waktu, ini ada apa? Kalau orang pernah bekerja akan paham titik jeuh itu bisa membuat orang tidak kreatif. Mandul, dan bekerja sebatas rutinitas.

Nah, ada apa dengan Novel Baswedan yang tidak pernah mau bergeser dari posisinya? Kog tidak berpikir sama kritisnya dengan ketika mengancam Presiden Jokowi?

Kelima, memangnya KPK itu lebih gede dan lebih penting dari negara ini? Tidak. Sama  sekali tidak. Termasuk Novel dan yang tidak lolos TWK. Negara ini lebih gede. Jangan sampai Jakarta lumpuh demi sekelompok orang ini. Sudah masuk tindakan sabotase dan bisa makar, kalau pemerintah represif.

Kalian perlu belajar sejarah negara, bagaimana Orde Baru berkuasa, baru itu namanya mahasiswa, bukan emosional, tapi rasional dan pinter. Belajar lagi sebelum berbuat, apalagi bertingkah.

Keenam. Apa iya, MK, semua yang terlibat di dalam seleksi itu salah, dan lebih benar Novel Baswedan dkk yang jelas-jelas kelhatan kog ada masalah. benar, tidak ada yang sempurna dan selalu benar di dunia ini. Namun rekam jejak juga bisa terlihat kog mana yang lebih bisa dipercaya.

Ketujuh, tidak lolos dalam banyak ujian itu wajar. Tetapi mengapa hanya Novel Baswedan dkk ini yang ribut dan riuh rendah. Seolah dunia runtuh. 

Patut dicermati dan ditunggu, mengapa bisa demikian. Ada apa sih? Falsafah orang kentut keknya tepat untuk menggambarkan demikian. Yang paling kenceng menolak, biasanya pelaku.

Ada sesuatu yang mau disembunyikan dan mencari aman dengan melibatkan banyak pihak dan lembaga. Lagi-lagi memangnya hanya Novel Baswedan saja yang tidak lolos ujian di dunia ini?

Kedelapan, negara ini sedang fokus pada pandemi. Aneh, ada sekelompok manusia gagal merasa pahlawan, hanya kurang dari 60 pribadi, namun ngotot yang bisa membahayakan jutaan manusia Indonesia secara umum. 

Bayangkan jika benar BEM SI ini melumpuhkan Jakarta dan kemudian muncul ledakan covid gelombang ketiga, siapa yang bertanggung jawab? Jokowi salah lagi. Ini ngaco.

Kesembilan, melihat narasi yang ada kog itu-itu saja, kek iklan minuman ringan, salawi, salahnya Jokowi, bisa ditengarai mereka lagi mereka lagi. Siapa lagi.  Politikus masa lalu dan politikus enggan kerja keras. Pemilu tidak bisa bicara, namun di tengah-tengah teriak ganti.

Gertakan anak kemarin sore yang belum pengalaman, makan asam garam yang minim, membuat mereka cenderung emosional, dangkal dalam memilah dan memilih. Tidak cukup yakin mampu menggerakan massa dan melumpuhkan Jakarta.

Aksi yang sudah berkali ulang gagal kog, dari pemain yang berbeda. Ujungnya sih sama, lagi-lagi iklan teh botol. Tim horenya juga itu-itu saja, partai politik yang sama, barisan oposan yang kehilangan jabatan, atau karena sakit hati.

Simpulannya juga sama, tidak banyak berdampak, selain gaduh dan ribut. Bantulah sedikit susahnya dunia ini dengan bersikap normal, tidak aeng-aeng. 

Demo dan mengeluarkan pendapat itu sah dan baik-baik saja, namun juga ditimbang-timbang apakah benar-benar penting dan mendesak, atau karena kepentingan pihak-pihak tertentu dengan memanfaatkan pihak lain.

Rekam jejak juga sudah mudah ditebak mana lebih tepat di dalam jalur. Mahasiswa lain juga tidak bergerak, toh lembaga ini, juga beberapa kali cenderung sekadar oposan bukan aksi mahasiswa yang sebenarnya.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun