Novel Baswedan dkk, Berujung Cuma Pesangon Ternyata Perjuangannya
Jauh lebih penting dari soal Novel Baswedan adalah kekehnya Jokowi kalau bicara prinsip dan prioritas. Lihat saja dewas KPK, satgas tagih BLBI, UU Ciptaker, infrastruktur, bandingan dengan RUU KUHP, atau hal-hal yang tidak mendesak atau prioritas.
Benar kata Setya Novanto, kalau Jokowi itu koppig, keras kepala, dan susah diatur. Beda dengan yang mengaku tidak pernah ada yang bisa mendikte pas ia berkuasa, tetapi hasilnya memble. Â Cukup panjang drama ala Novel Baswedan cs ini. Bagaimana mereka ini dalam perjuangannya malah sering kontraproduksi. Satu demi satu pernyataan mereka patahkan sendiri.
Bagaimana mereka yang getol menolak UU KPK baru, salah satunya dalah adanya dewas. Â Mereka juga mendukung demo di tengah pandemi. Toh RUU tetap berjalan dan menjadi UU, dewas juga tercipta, dan mereka akhirnya mengadu pada dewas, soal nasib mereka.
Perubahan  status pegawai di bawah UU yang baru, adalah mereka ada di bawah dewan pengawas, dan juga UU ASN. Lagi-lagi mereka menolak, eh ujian mereka tidak lolos TWK. Ini awal babak baru drama berlarut-larut itu.
Pengumuman lolos seleksi ASN, ternyata ada yang tidak bisa melewati test wawasan kebangsaan. Langsung beramai-ramai menarasikan KPK dilemahkan, karena Novel Baswedan termasuk yang tidak lolos. Lha memangnya hanya Novel saja pengawai KPK? Ada apa?
Kemudian berkembang ke mana-mana, namun selalu saja dimentahkan dengan pernyataan sendiri. Bagaimana pernah dinyatakan, Â pegawai yang penuh loyalitas dan berprestasi dibuang.Â
Tidak lama kemudian ada OTT juga. Lha mana gambaran prestasi yang diklaim dan pernyataan dibuang. Jika memang hanya mereka, Novel dkk yang mampu, kan tidak bisa lagi OTT.
Selalu saja menuding penguasa tidak suka akan keberadaan mereka. Namun meminta bantuan Jokowi, presiden untuk bisa mereka bertahan di KPK. Ada apa?
Mereka juga pernah gembar-gembor kalau jadi ASN dan ada dewas mereka akan mundur. Lha ini sudah tidak lolos saja masih ngotot untuk bertahan.
Usai sudah mentok semua, lembaga atau persekutuan agama dilibatkan, merengek ke Jokowi dan dijawab jangan dikit-dikit presiden, klan mereka mengatakan memang Jokowi tidak bisa apa-apa. Â Hal yang bagi Jokowi itu tidak penting maka tidak ada respons. Beda dengan pejabat baperan, tentu akan konferensi pers dan nangis.
Eh tiba-tiba mau dikaitkan dengan G-30 S, lagi-lagi narasi ngaco yang tidak membuat publik tergerak. Â Entah mengapa lembaga negara dengan kata depan komisi nasional dan juga Ombudsman tiba-tiba jadi LSM pembela sekelompok orang yang tidak lolos test kebangsaan.
Aneh dan lucu, dulu era Orba PMP atau PKN, atau matakuliah Pancasila 5 atau D jelas tidak lulus dan wajib mengulang. Â Ini aneh, ketika mereka tidak lolos, malah dibela mati-matian dan menyalahkan semua saja. Mulai testnya, pengujinya, dan tetek bengek yang tidak mengubah keadaan.
Eh tiba-tiba rengekannya terakhir soal pesangon dan uang pensiun. Oalah ternyata oh ternyata soal doit doang. Â Doit dan doit semata.
Padahal pembelaan selama ini yang terlontar, itu seolah hero yang ditendang karena kepentingan. Ternyata tidak demikian Pembaca...ha...ha....
KPK bukan lembaga yang pasti benar. Lihat saja anggaran dan yang diselamatkan itu sepadan tidak? Mengapa selama ini seolah jawara padahal hanya gede nama dan koar saja. Malah kini Kejaksaan Agung lebih garang.
Pernah kah ada yang disebut dalam peradilan, bahkan putusan yang ditindaklanjuti oleh KPK? Belum  pernah terdengar. Jauh lebih gaduh dengan aneka drama, OTT, konpres yang cenderung drakor banget, politis, dan kepentingan sangat kental.
Organisasi dan lembaga, namun ada sosok atau pribadi tertentu yang tidak pernah bergeser jabatan dan tugasnya. Ada apa? Aneh dan lucu. Bertahun-tahun ada di posisi yang sama persis.
Jika memang bersih, coba tunjukkan harta kekayaannya, sesuai tidak dengan profil dan pendapatannya? Jika benar, sederhana, apa adanya, dengan gajinya ia menghidupi keluarga, benar itu pegawai KPK penuh integritas. Tidak layak dibuang.
Isu dan kemudian terkuak juga hilangnya barang bukti, jangan-jangan ini yang biasa mereka tangani dan ketakutan akan terkuak, maka bersikukuh mereka yang terbaik. Ujung tersingkapnya kasus demi kasus tampaknya makin mendekat.
Ujungnya kog bicara pesangon, pensiun, orientasi jelas duit semata. Nah, ketika ada yang tertangkap memeras atau menerima suap, apa iya hanya satu dua pribadi yang menikmati itu? Padahal melibatkan begitu banyak pihak bukan dalam menangani maling khusus ini?
Ternyata, nyali dan perjuangan Novel baswedan cs sekadar uang toh. Mana koar-koar perjuangan dan panglima antimaling yang selalu didengungkan itu? Mengatakan pihak lain melakukan ketidakadilan, dan kini pihak itu harus nyantunin mereka.
Tong kosong berbunyi nyaring ternyata benar adanya. Begitu banyak cakap, namun ujungnya juga sama saja. Menerima nasib. Mereka sudah merongrong demikian banyak energi bangsa ini, namun merasa baik-baik saja. Lha jangan-jangan di KPK juga bisa terjadi transaksi antarmaling seolah benar dan biasa?
Sudah tidak sabar menunggu 30 September di mana KPK baru benar-benar sudah lahir lagi dan harapan untuk lebih baik di dalam mengeroyok maling. Â
Layak ditunggu dengan harapan baik.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H