Baliberkarya.com
Ibas: 20 Tahun Demokrat Menjadi Cahaya dalam Kegelapan
Selamat ulang tahun Demokrat. Partai paling fenomenal di negeri ini. Berdiri langsung mengantar ke tampuk presiden yang mereka usung. Lepas apapun juga, tidak membicara soal konspirasi atau apapun, sejarah mencatat Demokrat telah menjadikan SBY presiden pilihan rakyat secara langsung untuk pertama dan kedua.
Mereka juga partai dari kelas menengah bawah langsung jadi pemenang. Lagi-lagi jangan bicara soal bagaimana atau apalah itu. Sekali lagi, lembaran negara dan lembaran sejarah menulis Demokrat menang gede pemilu 2009. Itu fakta. Analisis, atau othak-athik gathuk mau bicara apa, tidak lagi penting. Faktual mereka menang pemilu dan menjadikan SBY sebagi presiden.
Dua puluh tahun dengan capaian itu malah mengalahkan Golkar, dan P3 yang jauh lebih senior. Golkar berkali ulang  toh karena model pemiihan presiden dan legeslatif berbeda. P3 malah sama sekali belum pernah bisa bicara lebih jauh.
PDI-P pun meski menang dan mengantar presiden, berbeda. Kalah fenomenal. Menang dan menang, stabil bukan naik turun ekstrem. Berbeda juga karena ini partai kawakan.
Sesama anak kandung reformasi juga masih yang banyakan wacana dari pada hasil. Sebut saja PKB bagaimana Cak Imin setiap gelaran pilpres mejeng dan angin lalu. PAN dengan Amien Raisnya, siapa yang tidak dengar kiprahnya. Toh setali tiga uang dengan PKB. Ramai jauh hari pemilu, pas hari H-nya sama sekali tidak terdengar.
PKS, salah satu yang konsisten dan cukup stabil suaranya. Tetapi dalam gelaran pilpres dan pileg relatif sepi, tidak bisa bicara banyak. Memang narasi mereka paling kenceng, tetapi tidak cukup memberikan dampak.
Yang lainnya, sih tidak cukup menarik untuk dikupas lebih jauh. Mereka tidak cukup memberikan warna dan kekuatan. Jadi ya partai politik penggembira semata.
20 Tahun Demokrat
Usai turun kekuasaan, Demokrat kehilangan roh. Hal ini sejatinya diawali dengan porak porandanya bangunan dalam partai karena skandal demi skandal korupsi. Susah melepaskan gambaran partai korup ini. wajar, ketika tidak lagi memiliki tokoh yang sebesar Jokowi-Prabowo, mereka dua kali hanya menjadi penggembira.
Turun kelas sebagaimana PN, PKB, P3, dan lain-lain. Karena  mereka pernah merasakan enaknya di atas. Sikapnya tentu lain. Sangat wajar.
Demokrat yang baru, kini malah makin aneh dan lucu, ketika lebih banyak curhat, curcol, mengeluh, dan PPS. Menunjukkan prestasi yang sejatinya semua orang juga paham. Sayangnya, mereka salah di dalam menampilkan diri.
Lebih suka merusak reputasi pihak lain. Jadi, mengaku rumahnya paling bersih, dengan membuang sampah hasil bebersih ke rumah tetangga. Ini kekanak-kanakan. Jauh lebih elok ya nyatakan prestasi mereka itu apa.
Rela atau tidak, toh capaian Demokrat juga banyak. Jangan malah ikut narasi pihak rival yang fokus pada katakan tidak dan kegagalan membangun Hambalang. Ini genderang yang memang tercipta sebagai sarana menjatuhkan. Sayang, bahwa kader mereka malah ikut genderang itu dengan menari dengan cara yang sama.
Bangun citra AHY yang layak menjadi pemimpin masa depan. Jual kemudaan AHY. Ini menang banyak dari semua partai yang ada. Ini kekuatan, sayang bahwa selama ini malah tenggelam karena cara mencitrakan diri yang keliru.
Menanggapi fenomena yang ada dengan cerdas, dingin, bukan reaktif. Ini jauh lebih penting, berdampak, dan memberikan angin segar. Oh iya, ada yang baru, menjanjikan, dan harapan masa depan.
Demokrat menjadi penerang di dalam kegelapan., kata Ibas. Ini sebuah harapan, doa, dan keinginan yang baik. Namun, bagaimana masa lalu, masa kini, dan teropong ke depan Demokrat itu, apakah sudah sejalan dengan itu, atau malah sebaliknya?
Belajar dari Golkar. Sekarang ini, Golkar sama sekali tidak pernah diingat, dikaitkan dengan Soeharto dan kegelapan masa lalu Golkar. Jauh lebih pekat dari apa yang Demokrat lakukan. mengapa Golkar bisaseolah putih? Ini kecerdasan kader dan elit Golkar.
Kala Ical mau membawa Golkar ke era keemasaan Soeharto dan gagal, cepat-cepat berbalik arah dan menjadi Golkar benar-benar baru. Hanya era Ical yang menggunakan Orba dan Soeharto  sebagai bahan, dan itu adalah bumerang.
Nah, Demokrat bisa menjual masa  lalu, era SBY dan tidak perlu dengan sematan merendahkan yang sekarang. Ini kesalahan fatal dan vital. Hentikan. Banggakan, bangun, dan besarkan citra milik sendiri. Ada tol Bali yang fenomenal. Ada Suramadu, mengapa malah menyalahkan pembangunan dan kemudian dibalas dengan Hambalang.
Jika Golkar bisa, mengapa Demokrat tidak bisa? Salahnya adalah, Demokrat emosional, ingin cepet-cepet naik lagi. Padahal pemainnya sama-sama bekas masa lalu yang masih semua ingat reputasinya. Ini masalah yang kudu diurus terlebih dahulu.
Belajar dari PDI-P yang setia di luar pemerintahan selama SBY. Jarang terlontar sikap waton sulaya dan ngasal kala mengritisi SBY. Ini berbeda dengan kini.
Salah pergaulan. Â Mereka dekat-dekat dengan orang yang bawaanya adalah sakit hati, kebencian, dan asal beda dengan pemerintah. Lagi-lagi keliru yang besar dan dampaknya gede.
Kursi kekuasaan itu bukan segalanya bagi partai politik pada hakikatnya. Â Kursi itu bonus, hasil atas kerja keras dan kerja cerdas. Nah, ketika hasil, tujuan, dan bonus kog malah menjadi yang utama, berarti perlu dipertanyakan. Tidak ada yang instan di dunia ini, kecuali mie dan makanan lainnya.
Terima kasih dan salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI