Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harapan Tidak Sekadar Optimis, di Antara PPKM, Bantuan 2T, dan Emas Olimpiade

2 Agustus 2021   20:40 Diperbarui: 2 Agustus 2021   21:00 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Greysia/Apri. Sumber: Kompas.com

Harapan Tidak Sekadar Optimis, di Antara Perpanjangan PPKM, Bantuan 2T, dan Emas Olimpiade

Mas olimpiade bukan dari sektor ganda putra yang sangat digdaya sekian lamanya. Malahan dari ganda putri yang sering mentok pada pertandingan lain pada babak semi final. Siapa menyangka Kevn-Markus malah sudah angkat koper lebih awal.

Kalkulasi, prediksi, dan analisis berbusa-busa bisa saja terbalik dengan sangat mudah, karena faktor X yang disematkan pihak yang kesulitan menemukan apa di balik itu semua. Dalam sepak bola ada istilah bola itu bundar. Sulit memprediksi hasil akhir sebuah pertandingan. Ada faktor-faktor yang kita tidak tahu dan bisa mengubahnya.

Usai pada seneng mendapat emas dari ganda putri, publik dikejutkan dengan penangkapan orang yang mengaku akan menyumbang 2T untuk membantu penanganan pandemi. Tak hendak membahas mengapa dan siapa serta mengapa itu heboh. Ada hal yang lumayan menggelitik adalah, bangsa ini terlalu banyak orang tamak, kikir, dan egois.

Harapan itu, kata Mgr. Ignasius Kardinal Suharyo adalah, ungkapan, sikap batin percaya apapun yang terjadi sudah ada yang mengatur dan indah pada waktunya. Pada sikap optimis, orang bisa jatuh menjadi pesimis jika tidak terjadi.

Mudahnya untuk memahami bisa melihat contoh berikut,

Optimis, orang menghadapi covid sangat optimis dan percaya diri akan berakhir. Ketika waktu yang ditunggu itu tidak jadi terwujud, frustasi, marah, jengkel, dan menyalahkan berbagai pihak sebagai tidak becus.

Harapan, dalam menghadapi pandemi dengan sabar menanti saatnya itu tiba, berakhir, dengan tetap menjaga prokes, tetap taat aturan yang diberikan pemerintah, dan tidak waton sulaya.

Vaksin dan tetap di rumah saja, mengurangi mobilitas, di tengah orang yang anti itu semua dengan sabar dan tabah adalah pengharapan. Jika optimis saja bisa runtuh untuk menggerutu.

detik.com
detik.com
Kala ada orang yang menyumbang 2T semua heboh, puja dan puji setinggi langit. Hal yang wajar, di tengah orang gila menumpuk dan mengeruk, ada yang mau berbagi. Hal yang seharusnya adalah lumrah di tengah  bangsa religius, namun ternyata tidak demikian.

Apa yang terjadi sebaliknya. Religius kenceng, tapi tamak, rakus, dan mengumpulkan, termasuk dengan nyolong dan menipu tetap melaju. Inilah masalah.

Greysia Polii pada tahun 2016  tidak berhasil pada gelaran Olimpiade Rio Brasil. Pulang eh partnernya cidera. Usia sudah kepala tiga, layak ia mau pensiun. Sang pelatih, melihat ada harapan, tidak sekadar optimis. Ia meminta Greysia menunda pensiun dan membimbing yuniornya.

Perjalanan panjang yang tidak terlalu meyakinkan sekelas emas olimpiade.  Ini tentu sangat terukur dengan capaian personal mereka, juga dibandingkan pada kelompok lain, mereka tidak cukup diunggulkan. Ini bukan meremehkan, namun memang hitung-hitungan jauh dari kata puncak prestasi mereka.

Toh harapan Eng Hian benar adanya. Hari ini mereka mendapatkan emas olimpiade. Greysia bisa pensiun dengan bangga pada puncak prestasi. Yuniornya pun ada pada posisi yang sangat bagus untuk mampu mendampingi pasangan barunya.

Harapan, bukan sekadar optimis. Orang sering jatuh karena berpikir optimis, dan melupakan masih ada  sisi lain yang belum dilibatkan.  Bangsa yang sangat religius, namun sering abai pada sisi spiritualitas. Menafikan kepercayaan dan harapan, masih ada yang Lebih Berkuasa.

Pesimis menghadapi pandemi sebagaimana didengung-dengungkan pihak yang memang jiwanya kerdil, pesimis, dan maruk kekuasaan membuat keadaan tidak lekas membaik. Syukur bahwa Presiden Jokowi seorang spritualis tulen yang penuh pengharapan.

Ia paham betul keadaan rakyat, karena ia turun sendiri ke lapangan. Mengecek keadaan warganya dengan mata, telingan, dan kehadirannya sendiri. Ini mematahkan semangat pihak yang bersebrangan yang berdiri pada menar gading, dengan teropong mereka menerka, mengasumsikan, dan kemudian meneriakkan gagasan usang.

Waktunya bekerja cerdas, bukan berteriak keras. Kala harapan tidak sekadar optimis yang bisa jatuh pada pesimis. PPKM selayaknya masih diperpanjang dengan melihat faktual yang ada. Keadaan yang membaik tidak layak dirusak dengan ketidaksabaran semata.

Semua ada waktunya, jangan lepas harapan, apalagi jatuh pesimis seperti oposan dan barisan sakit hati. Optimis menuju harapan, bukan pesimis demi masa depan negeri yang lebih baik.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun