Jokowi End Game dan Ketenangannya yang Menenteramkan
Sabtu lalu, konon akan ada demo besar-besaran di beberapa kota besar. Tujuannya untuk menurunkan Jokowi dengan taggar di media sosial "Jokowi End Game. Â Apa yang dilakukan Jokowi malah sidak ke beberapa apotek di kota Bogor.
Sidak pada apa yang menjadi kebutuhan paling esensial dalam pandemi ini. Apa yang dilakukan adalah tugas seorang pemimpin. Tentu bukan dalam kapasitas menyoal siapa yang sudah seharusnya melakukan itu, atau mungkin bisa dalam artikel lain. Â Kali ini mau melihat, bagaimana ketenangan Jokowi menghadapi sebuah tekanan publik.
Teroris di jantung Jakarta, bom meledak di Sarinah, potensi masih ada bom yang belum meledak tidak menyurutkan Jokowi untuk datang langsung di sana. Ia tidak takut, kemudian malah ramai hanya di Indonesia ada bom penjual sate dan kacang ikut di sana. Tenang dan menganggap semua biasa saja.
Kisah 212 dan 411 dengan dmo yang demikian dasyat. Tentu masih paham, bagaimana Jokowi datang ke tengah-tengah panggung demonstran, padahal panglima TNI saat itu sudah mengatakan jangan ke sana.
Atau ketika malah ia datang naik kuda bersama Prabowo, kala periode lampau, padahal ada yang meradang dan mengadakan konferensi pers dengan berapi-api. Ia tahu ke mana harus melangkah, bukan mengekor kata publik dan elit yang menyasar.
Pun perlu diingat, kala demo di Jakarta besar-besaran, Jokowi mengunjungi peternak bebek di Kalimantan. Kebiasaan bebek itu di jalan ramai, pas di kandang didatangi diam seribu bahasa.
Paling fenomenal ya show of force seorang presiden yang berkeliling Nusantara sambil melemparkan kritikannya, ia hanya mengunjungi tempat yang dianggap banyak pihak bukti kegagalan si presiden. langsung balik kanan dan cukup lama diam.
Artinya Jokowi sangat terbiasa menghadapi tekanan dengan santai dan melakukan tindakan yang tepat sasaran. Langkah politis yang sering tidak diperhitungan pihak-pihak lain. Nah, berkaitan dengan rencana aksi kemarin, ketenangan Jokowi itu bisa dilihat sebagai;
Kerja intelijen memang bagus. Penangkapan koordinator di Jawa Tengah untuk aksi kemarin jelas tepat. Pelaku demo Jawa Barat pekan kemarin ditangkap menjadi sebuah tekanan psikologis untuk para pelaku yang mau turun ke jalan.
Siapa yang berani turun ke jalan di tengah pandemi dan apalagi ada ancaman dan fakta polisi bertindak tegas. Sangat mungkin ciut nyali terlebih dahulu.
Beberapa isu menguar Sabtu Malam, ada yang mengatakan dana logistik dibawa lari oleh koordinator acara. Namanya juga isu, bisa benar bisa juga salah. Toh bisa saja demikian. Tidak aneh.
Lebih masuk akal lagi, adalah dedengkot politik jalanan sudah ada di dalam bui. Siapa yang tidak kenal dengan Munarman dan Rizieq Shihab kala ada aksi jalanan. Apapun temanya, tetap dua orang itu aktornya.
Rizieq dengan segala daya penaruh agitasinya sangat menjanjikan untuk menarik massa. Ia piawi untuk membakar semanat juang laskar politik jalanan. Lihat saja ketika ia menjadi motor demo melengserkan Ahok.
Munarman. Ia tidak memiliki kemampuan orasi dan agitasi sekelas Rizieq Shihab, namun ia  yang memiliki jaringan ke atas dan ke bawah. Mengumpulkan massa itu kepiawaian Munarman.
Kala keduanya sudah tidak bisa lagi, dan belum ada pengganti yang sepadan, semua terkendali. Ini tentu dibaca dengan baik oleh intelijen dan membiarkan Presiden Jokowi malam-malam sidak demi mengetahui keadaan di lapangan secara nyata.
Ketenangan Jokowi ini juga membuat warga ikutan tenang. Tidak panik, karena pemimpinnya saja bisa bersikap dengan sangat wajar, tidak akan terjadi apa-apa, dan semua dalam kendali pemerintah yang sah.
Sikap yang sama ini sudah melemahkan mental rival politiknya yang hendak  mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Suka atau tidak rencana lain tidak mereka pikirkan. Semua dianggap sudah akan terjadi, sebagaimana mereka pikirkan.
Ketenangannya membawa aura positif bagi keadaan bangsa dan negara. Yang lebih mendasar dan penting sudah ditangani oleh Presiden Jokowi, artinya benar-benar ada untuk bekerja.
Ada yang berbicara apapun, itu bukan porsi Jokowi untuk didengarkan dan dijadikan perhatian. Â Fokusnya adalah kerja, kerja, dan kerja. Semua dilakukan dengan konsisten dan demikian adanya.
Pandemi ini bukan semata keprihatinan dan keadaan serta tanggung jawab pemerintah saja. Seluruh elemen anak bangsa harus terlibat dan taat dengan apa yang sudah menjadi keputusan pemerintah. Mengapa kudu taat pemerintah?
Pemerintah memiliki instrumen super lengkap dan itu ada dalam naungan UU. Tidak akan ada pemerintah yang mau menyengsarakan rakyatnya. Rekam jejak Jokowi juga tidak demikian.
Kerja keras Jokowi selama ini kadang mengular cara menyelesaikan masalah, kadang pada waktunya baru diketahui hasilnya. Seperti penanganan Rizieq dan Munarman, banyak yang dulu menghujat, kini baru terasa dampaknya.
Semua perlu proses dan kesabaran. Â Layak ditunggu apakah sutradara dari ini semua akan diungkap? Itu penting. Susah memang.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H