Sangat cerdik pilihannya, sedikit banyak itu adalah karakter, kepribadian, dan memang diri Ganjar. Susah melakukan apa yang bukan diri dan karakternya yang memang sudah dihidupi. Lihat saja banyak elit dan pejabat gagal melakukan karena itu bukan dirinya.
Beberapa nama memiliki karakter khas dan itu sangat natural. Gibran dengan ceplas-ceplosnya, sikap menghadapi atasan dan pimpinan. Berbeda dengan Ahok yang ceplas-ceplos, namun sangat terbuka  pada laporan bawahan dan rakyat. Kedua sosok ini citra baik yang ada dan itu lagi-lagi orisinal.
Risma, ngamuk yang memang tepat sasaran. Ia tidak berubah meskipun dijadikan bahan gorengan pihak lain. Itu memang karakter dia untuk melakukan tugas dan kerjanya. Tidak ada yang berubah, slama 10 tahun wali kota dan kini menjadi menteri. Kerap tayangan dia marah-marah, toh masyarakat tidak jengkel dan menjadi antipati. Terukur.
Pencitraan bagi pemain politik itu penting. Nah kreatifitas dan penasihat atau konsultan politik menjadi sangat menentukan. Bagaimana mereka memilihkan cara untuk menaikan potensi keterpilihan dan popularitas.
Pilihan itu paling murah meriah meniru. Ada yang meniru blusukan ala Jokowi. Ya jelas orang sudah tidak lagi percaya, karena itu perlu rekam jejak yang panjang, bukan seketika. Ketika itu dilakukan, pasti canggung dan bingung karena bukan miliknya.
Sudah banyak tayangan mengenai cara merakyat yang semata menjiplak. Sangat vulgar dan mungkin bisa, ketika media sosial tidak secepat kilat era kini.
Murah meriah lain, dengan pilihan antitesis dari orang-orang yang sudah gede. Paling kentara saat ini adalah antiJokowi. Politik cemar asal tenar telah banyak dilakukan oleh politikus negeri ini. baik yang bau kencur ataupun yang sudah sangat senior.
Cara murah lainnya memperalat agama. Tiba-tiba religius, atau bersama-sama dengan tokoh agama yang memiliki jaringan sangat kuat. Â Wajar sih, tetapi, bagaimana pertanggungjawabannya terhadap publik itu menjadi penting.
Membesarkan-besarkan ras, kesukuan, dan primordialisme lain juga murah. Risiko ke depan yang mengerikan. Tetapi toh masih juga demikian kuat. Kata-kata pribumi, asli, putera daerah menjadi slogan yang menyimpan api di dalam sekam.
Pencitraan itu hal yang wajar dalam marketing, termasuk politik. Nah, bagaimana mengemas cara dan menampilkan diri itu. kehebohan namun miskin nilai sangat mungkin terjadi. Menjadi oposan yang paling keras sekalipun, jika tidak disertai dengan rekam jejak yang mumpuni ya percuma.
Hidupi apa yang ada pada diri sendiri. Kini eranya politik dan pejabat pekerja, bukan hanya kata atau pidato, wacana semata. Prestasi adalah citra yang akan melekat, tidak susah.