Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar "Pencitraan" dari Ganjar Pranawa, Bukan Sekadar Politik Cemar Asal Tenar

18 Juli 2021   08:47 Diperbarui: 18 Juli 2021   08:50 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar "Pencitraan" dari Ganjar Pranawa, Beda dengan Politik Asal Tenar meski Cemar

Keren cara kerja politik Ganjar Pranawa akhir-akhir ini. Naif jika mengatakan ini bukan cara ia membranding diri secara politik. Itu tidak salah, wajar, dan hak dia sebagai warga  negara, ataupun pejabat. Apalagi, tidak ada pelanggaran hukum ataupun norma yang terjadi. Ganjar masih bekerja dan tetap dalam koridor tanggung jawabnya.

Ada dua hal yang paling tidak menjadi menarik untuk dikupas. Kisah pertama, ia makan di parkiran, usai dalam sebuah kunjungan kerja. Ingat, ia bekerja, di wilayahnya sendiri pula. ia makan di parkiran juga tidak salah.

Malah menjadi nilai tambah, ketika biasanya pejabat itu maunya duduk di tempat yang terhormat, di mana pendingin ruangnya prima, kursi empuk, dan sangat penuh dengan hiruk pikuk warga atau pengunjung lain.

Apalagi, ada kehendak bahwa pejabat mempunyai privilege, mendapatkan fasilitas, serta prioritas kamar rawat, sedang keadaan pandemi. Hal yang sebangun, meskipun tidak identik.

Pejabat itu ya bersama rakyat, bukan malah meninggalkan rakyat, atau semata mewakili rakyat dalam hal enak dan fasilitas. Lanjutkan Pak Ganjar.

Kisah kedua, ia mampir nunut makan di sebuah polsek. Kapolsek mengaku, sekelas bupati saja belum pernah singgah si sebuah polsek. Iyalah, kapasitas polsek kan sekelas camat, bupati, apalagi gubernur ketinggian.

Lagi-lagi ini memberikan bukti bahwa pilihan Ganjar sangat tepat dan baik. Mendobrak budaya, tabiat, dan cara memimpin di negeri ini.  terbiasa feodal, kerajaan Jawa terutama dan identik pula dengan para penjajah, membuat bangsa ini terbiasa menguasai dan menjadi pemimpin itu berbeda, di atas, dan berjarak.

Orisinalitas Ganjar Pranawa

Cara Ganjar tempuh berbeda dan belum ada. Jokowi dengan blusukan, diikuti oleh pejabat-pejabat, dan calon pejabat lain kala mau menawarkan diri saat pemilihan. Cek saja sendiri siapa saja yang tiba-tiba merakyat, masuk pasar, kampung-kampung, namun dengan mudah warganet menemukan adanya rencana dan itu semua hanya rekayasa.

Blusukan sudah menjadi ciri dan kerja Jokowi. Jika Ganjar mengambil cara demikian, tentu tidak lagi menarik karena tidak lagi orisinal dan itu melekat pada dirinya. Sudah menjadi "milik" Jokowi.

Sangat cerdik pilihannya, sedikit banyak itu adalah karakter, kepribadian, dan memang diri Ganjar. Susah melakukan apa yang bukan diri dan karakternya yang memang sudah dihidupi. Lihat saja banyak elit dan pejabat gagal melakukan karena itu bukan dirinya.

Beberapa nama memiliki karakter khas dan itu sangat natural. Gibran dengan ceplas-ceplosnya, sikap menghadapi atasan dan pimpinan. Berbeda dengan Ahok yang ceplas-ceplos, namun sangat terbuka  pada laporan bawahan dan rakyat. Kedua sosok ini citra baik yang ada dan itu lagi-lagi orisinal.

Risma, ngamuk yang memang tepat sasaran. Ia tidak berubah meskipun dijadikan bahan gorengan pihak lain. Itu memang karakter dia untuk melakukan tugas dan kerjanya. Tidak ada yang berubah, slama 10 tahun wali kota dan kini menjadi menteri. Kerap tayangan dia marah-marah, toh masyarakat tidak jengkel dan menjadi antipati. Terukur.

Pencitraan bagi pemain politik itu penting. Nah kreatifitas dan penasihat atau konsultan politik menjadi sangat menentukan. Bagaimana mereka memilihkan cara untuk menaikan potensi keterpilihan dan popularitas.

Pilihan itu paling murah meriah meniru. Ada yang meniru blusukan ala Jokowi. Ya jelas orang sudah tidak lagi percaya, karena itu perlu rekam jejak yang panjang, bukan seketika. Ketika itu dilakukan, pasti canggung dan bingung karena bukan miliknya.

Sudah banyak tayangan mengenai cara merakyat yang semata menjiplak. Sangat vulgar dan mungkin bisa, ketika media sosial tidak secepat kilat era kini.

Murah meriah lain, dengan pilihan antitesis dari orang-orang yang sudah gede. Paling kentara saat ini adalah antiJokowi. Politik cemar asal tenar telah banyak dilakukan oleh politikus negeri ini. baik yang bau kencur ataupun yang sudah sangat senior.

Cara murah lainnya memperalat agama. Tiba-tiba religius, atau bersama-sama dengan tokoh agama yang memiliki jaringan sangat kuat.  Wajar sih, tetapi, bagaimana pertanggungjawabannya terhadap publik itu menjadi penting.

Membesarkan-besarkan ras, kesukuan, dan primordialisme lain juga murah. Risiko ke depan yang mengerikan. Tetapi toh masih juga demikian kuat. Kata-kata pribumi, asli, putera daerah menjadi slogan yang menyimpan api di dalam sekam.

Pencitraan itu hal yang wajar dalam marketing, termasuk politik. Nah, bagaimana mengemas cara dan menampilkan diri itu. kehebohan namun miskin nilai sangat mungkin terjadi. Menjadi oposan yang paling keras sekalipun, jika tidak disertai dengan rekam jejak yang mumpuni ya percuma.

Hidupi apa yang ada pada diri sendiri. Kini eranya politik dan pejabat pekerja, bukan hanya kata atau pidato, wacana semata. Prestasi adalah citra yang akan melekat, tidak susah.

Kehendak baik, pengabdian, dan mau mendengarkan semua pihak adalah sarana yang sangat sederhana. Perubahan itu dampak yang sangat terlihat dan bisa menjadi sarana untuk menaikan citra. Itu tidak usah dicari, akan dengan sendirinya terjadi.

Media komunikasi sangat murah dan mudah, jadi susah membentuk citra diri hanya dalam hitungan sekejab. Salah-salah malah akan dikuliti oleh warganet.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun