Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Gagal Ibas dan Cermatnya Jokowi Menggebah SBY

7 Juli 2021   22:17 Diperbarui: 7 Juli 2021   22:27 1257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara Gagal ala Ibas dan Cermatnya Jokowi Menggebah SBY

Kala BEM UI menyuarakan dan melabeli Presiden Jokowi dengan "King of Lip Service", Demokrat yang seolah paling girang. Narasi lanjutannya oleh HMI untuk meminta Jokowi turun. Lagu lama ini, susah melihat ini bukan permainan Demokrat.

Usai Rizieq dan Munarman kena jebakan masuk perangkap hukum, bukan berarti mereka tidak berbuat apa-apa dijebak, namun mereka bersikap dan berlebihan dalam menyikapi keadaan, sehingga melanggar hukum. Ini pilihan sadar mereka karena gagal mengendalikan diri.

Nah, para bohir dan pengguna jasa mereka kebingungan. Aksi-aksi yang digawangi duet Rizieq-Munarman selalu sukses. Suka atau tidak, ini fakta yang terjadi. Ketika mereka ini dipisahkan, selesai sudah. Keduanya saling mengisi dan membutuhkan. Tanpa keduanya secara utuh gagal.

Penggunaan mahasiswa, sebagaimana lontaran bawah sadar elit Demokrat, yang seolah mengaku mereka ada di balik aksi dan narasi mahasiswa. Sejak lama mereka susah mmbantah terlibat bersama aksi mahasiswa.

Penolakan UU Cipta Kerja, UU KPK, dan kini malah membuat agenda sendiri menurunkan presiden. Hal yang sangat kontraproduktif, di tengah arus pandemi yang belum mereda. Hari-hari ketika terus menaik, mereka malah mendukung mahasiswa yang mau turun ke jalan.

Eh tiba-tiba Ibas, yang sangat pendiam ini tiba-tiba bicara. Negara gagal pula. Hal yang  sangat tidak patut dikatakan oleh ketua fraksi DPR RI. Mengapa? Keadaan masih jauh lebih baik, narasi buruk mereka ciptakan sendiri, nilai sendiri, dan Jokowi salah.

Satu yang menjadi nilai plus, titik krusial membuat mahasiswa malah tidak mnjadi alirn bola salju, Jokowi mengatakan apa yang mahasiswa sampaikan itu adalah wujud  dari demokrasi. Hal yang masih dalam koridor  alam demokrasi.

Api yang disembunyikan dalam sekam tidak cukup bahan bakar untuk menjadi gede. Sikap yang Jokowi ambil sangat tepat. Padam pelan-pelan. Malah satu demi satu BEM lain bersikap berseberangan.

Pada konteks lain, netizen dan pegiat media sosial malah mengulik siapa Leon sang pemimpin BEM ini. Sasaran tembak yang tidak mengenai dengan telak. Kepalang tanggung, kini elitnya sendiri yang turun gunung.

Ibas hanya mengulang kesalahan Andi Areif dan Rachland Nashidik, di mana apa yang dikatakan, maunya melemahkan Jokowi, malah membongkar kesalahan mereka sendiri. Ini kampanye mahal yang tidak berdaya guna. Beberapa hal yang layak dicermati,

Pertama, Demokrat bisa dikatakan partai  paling abai pandemi dan covid, fokus mereka hanya 24 dan pilpres dengan segala cara. Termasuk membuat publik terpapar itu sebagai hal yang biasa.

Kedua, jika partai egois dan hanya mementingkan kepentingan sendiri, Demokrat dan AHY, dengan mengorbankan publik, apakah layak dipercaya memimpin negeri ini? hal yang sama akan terus terulang. Negara dan rakyat menjadi ancik-ancik semata.

Ketiga, banyak hal bisa dilakukan untuk mengatasi pandemi, namun mereka malah menggunakan pandemi sebagai sarana menghajar pemerintah. Ini sekaligus menunjukan mutu kepemimpinan Demokrat secara utuh.

Keempat, tidak memiliki kepedulian bagi bangsa dan negara, selain jabatan dan kekuasaan. Miris, rakyat tidak ada dalam benak mereka, mengaku dan menjadikan banner berkoalisi dengan rakyat, namun menyengsarakan rakyat.

Kelima, pemerintahan sekarang membuka borok kegagalan pada masa lalu, dan ini dengan segala daya dan upaya mau mereka akhiri agar tidak semakin membuka aib sendiri.

Keenam, sayang bahwa mereka justru makin menguar kegagalan mereka, bukan karena Jokowi, namun sikap oposan mereka yang berlebihan dan itu justru kunci membuka borok mereka sendiri.

Padahal banyak hal bisa mereka lakukan dan itu adalah tiket untuk menjadi apa saja. Era politik kerja, bukan sekadar pencitraan. Sayang memang Demokrat digawangi generasi muda secara usia, namun pola pikir manula pakai banget.

Menyerang pemerintah, bahkan Jokowi secara pribadi itu sia-sia. Prabowo sudah membuktikan, kog diulangi oleh AYH dan Demokrat. Modal Prabowo dalam banyak hal jauh lebih menjanjikan dari apa yang dimilii AHY. Ini yang tidak cermat dilihat oleh jajaran elit Demokrat.

Ada masalah dalam melihat cara mengambil hati rakyat. Kini masyarakat melihat rekam jejak kerja jauh lebih mudah dan murah. Eh malah menggunakan era jadul di mana warga bisa dikibuli dengan aneka kamuflase seperti masa-masa lalu.

Kemudaan AHY, EBY, dan jajaran Demokrat selama ini tidak terlihat. Posisi Demokrat yang masih saja ngotot pencapresan AHY dan juga mau menaikan suara partai makin berat dari hari ke hari. Tidak ada yang baru dan menjanjikan kebaruan, selain menjual narasi kegagalan. Padahal itu kegagalan sendiri yang disematkan pada pihak lain.

Anisa sebagai pendamping AHY seharusnya menjadi pembelajaran, untuk semakin peduli, bukan malah abai demi mendapatkan keuntungan sendiri dan partai.  Melihat hingga hari ini, susah berharap Demokrat bisa lebih baik.

Jadi, jika Demokrat itu nanti makin terpuruk, ya karena salah strategi dan gege mangsa, belum saatnya sudah ribet, bisa-bisa pada saatnya malah kehabisan energi. Apa iya masih mau bersikukuh dengan cara katrok itu terus-terusan?

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun