Ketujuh, mahasiswa saja lepas membaca, memahami, dan mengerti apa yang mendasar dan apa yang tidak. Bagaimana pribadi lain yang pendidikannya tidak setinggi ini. Ini soal pola pikir yang logis, nalar, dan akhirnya mengambil kesimpulan juga benar bahkan tepat.
Kedelapan. Jangan salahkan pemerintah dan juga upaya penanggulangan pandemi ini seolah jalan di tempat. Â Mengerti yang esensial saja dipahami dengan sangat keliru, belum lagi kelompok SakTi, sakit hati, yang menggunakan segala momen untuk suksesi.
Kesembilan. Adanya faksi-faksi yang menggunakan segala isu untuk mengambil kekuasaan, makin jelas dengan pernyataan-pernyataan yang mengikuti pandemi ini. Lagi-lagi soal pikir dan soal tindak yang sama ngaconya.
Susah berharap bangsa ini akan cepat maju, berani bersaing dengan bangsa-bangsa besar di dunia, ya karena pola pikirnya cupet. Pekerja keras, pejabat berprestasi malah dipreteli, dihajar, dan yang tidak bisa bekerja dibiarkan, karena mendapatkan keuntungan dari sana.
Pembiaran, kebebasan yang ngaco, dan tidak suka bersaing membuat mental juang menjadi rendah. Meributkan hal yang tidak mendasar, yang mendasar malah diabaikan.
Ini bukan sepele, namun sangat mendasar dan penting, ketika orang kacau dalam menghargai hak dan abai kewajiban. Bisanya menuntut namun abai mau berbagi. Egoisme kanak-kanak. Tibuh badan dewasa namun kejiawaan kerdil.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H