Seabad Jenderal Besar Soeharto, antara Macan Asia dan Hutang yang Membuat Menangis
Seabad Jenderal Besar Soeharto, yang kemarin diperingati. Suka atau tidak, toh Soeharto presiden 32 tahun, di mana sedikit banyak tetap ada peran baik, dan juga memberikan warna yang bermanfaat bagi bangsa dan negara ini.
Pembangunan, bahkan sematan Bapak Pembangunan bisa saja benar. Soal pro dan kontra itu semata sudut pandang. Benar, bahwa ia banyak membuat masalah dan kerusakan, sangat mungkin. Hal yang bisa karena keterbatasan kemampuan atau juga karena perilaku sengaja. Itu bukan ranah kita menilai.
Rekam jejak dan sejarah memberikan bukti, dan itu masih debatable. Sangat mungkin ada yang menerima, namun bisa juga menolak. Hal yang sangat trbuka untuk menjadi uraian para ahli ataupun amatiran seperti kita di Kompasiana.
Cukup menarik adalah pernyataan dua puteri almarhum Pak Harto. Tutut mengatakan Soeharto membawa Indonesia menjadi Macan Asia. Bisa iya, bisa tidak. Beberapa hal kkita lihat bersama.
Salahs atu komentar teman di grup percakapan mengatakan ketakutan atau karena kewibawaan itu beda tipis. Nah, yang mau dia katakan adalah, upaya pemerintahan represif atau karena wibawa Soehaarto itu  beda tipis.
Bisa ditilik dari bagaimana pemerintahan di bawah Soeharto dan Orde baru seperti apa. apakaah benar karena wibawa Soeharto sehingga rakyat segan, atau takut karena tekanan pemerintah. Itu bisa diterjemahkan sendiri-sendiri.
Macan Asia, suka atau tidak, memang disegani. Â Konteks itu berbeda. Â Apa yang terjadi saat ini, bukan masalah luar, justru malah dari dalam negeri yang merecoki dan mengganggu dan menjadikan pemerintahan tersandera.
Belum lagi jika bicara demokrasi, bisa dilihat seperti apa. Apa iya berani  mengatakan Soehato plonga-plongo, anggota dewan pula. Apa yang terjadi akan bisa dengan mudah dijawab kog.
Belum lagi setiap kebijakan ada saja yang pro dan menjadikan itu gorengan yang luar biasa dan itu bisa mengerdilkan macan bisa jadi kucing rembes, kalau pimpinannya lemah. Jangan-jangan mereka terlibat?
Berkaitan dengan pernyataan si sulung, adiknya, Titik, mantan Prabowo mengatakan, Pak Harto menangis karena hutang Indonesia mencapai ribuan. Ini cukup menarik, mengapa?
Konteks berbeda era zaman bapaknya Titik dan yang saat ini. Kondisi global berbeda. Â Bagaimana keadaan sudah jauh berubah. Namun kelihatannya Mbak Titik masih hidup pada masa keemasan sang ayah. Itu sah-sah saja.
Pembangunan. Ini dengan mata telanjang juga paham kog. Bagaimana dan seperti apa pembangunan yang ada. Cek saja di google bagaimana panjang jalan tol. Ini hanya sebagian kecil dan sangat tidak mendasar. Belum lagi bicara  mengenai FPI atau tambang-tambang yang lain.
Nilai hutang saat ini, Peter F Gonta, orang yang sudah malang melintang dalam bisnis sejak era Soeharto, adalah akumulasi hutang Hindia Belanda, Sukarno, Soeharto, Mega, Gus Dur, SBY, dan Jokowi. Masing-masing besar hutang dan membayar tagihan ada. Â Apa yang diperbuat Jokowi dan Soeharto juga sangat gamblang terlibat.
Apakah Tutut dan Titik tidak tahu? Ah tidak mungkin, mereka juga pernah jadi  menteri, anggota dewan, jadi pasti tahu dengan baik soal hutang. Orang biasa saja paham kog, namun mereka hanya sedang menarasikan bapaknya orang  baik dan pemerintahan kini orang gagal. Mereka harusnya bersyukur, anak-anak  Sukarno tidak balas dendam.
Ingat, Sukarno, bahkan hanya membicarakan saja bisa berabe hidupnya. Bisa dibayangkan kehidupan anak-anak dan keluarganya. Â Orang yang lahir sebelum 85-an, akan tahu dan paham, bagaimana berbicara soal Sukarno apalagi membaca buku, mendiskusikan ajarannya adalah kiamat. Ini menjawab soal pernyataan kedua puteri itu sekaligus.
Apalagi jika merujuk pernyataan Anies Baswedan, yang mengatakan Soeharto bapak yang melindungi. Siapa yang dilindungi? Silakan terjemahkan dan artikan sendiri dan maknanya. Ini hanya membahas Soeharto di mata anak-anaknya, diperbandingkan dengan kondisi saat ini. Pihak lain yang ikut terlibat itu bukan inti tulisan ini.
Keterbatasan kemampuan, tentu pada paham bagaimana kehidupan putera-puteri Soeharto di dalam hidupnya. Mereka bukan pejuang dan hanya tinggal menikmati hasil. Orang-orang demikian, susah memaknai proses dan perjuangan. Apa yang mereka lihat semata adalah baik dan pihak yang berseberangan salah dan buruk.
Pihak lain menjadi korban mana mereka peduli. Â Coba saja mereka berusaha sendiri, tanpa ada bantuan siapa-siapa, bisa tidak menjadikan bisnis mereka menggurita? Â Soal bisnis dan gurita mereka.
Pendidikan mereka juga tidak ada yang tuntas. Ingat, bukan bicara soal pendidikan, namun keberanian berproses sama dengan rakyat biasa. Fasilitas yang membuat mereka lebih dan berbeda. Wajar mereka menglaim macan, bapaknya hebat, karena mereka tidak tahu di luar  istana emas mereka itu seperti apa.
Apakah ada artinya pernyataan itu? Tidak, sekadar hanya pernyataan menghibur diri melihat masa depan yang sulit menanti.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H