Jenderal Dudung Pangkostrad, Perlu Terima Kasih pada Rizieq atau Nikita?
Promosi jabatan yang bagus untuk Pangdam Jaya, Dudung Abdulrahman yang akan segera menjadi bintang tiga. Nama Dudung mencuat usai membongkari baliho-baliho Rizieq di Jakarta. Cukup berani, di mana keberadaan FPI dan Rizieq masih relatif kuat.
Narasi yang ada, bahkan mantan wapres dua kali, Jusuf Kalla mengatakan negara sedang mengalami kekosongan kepemimpinan, merujuk pemerintah, dan mau menyorongkan keberadaan Rizieq. Pun Jakarta, Gubernur Anies juga menyambut kedatangan Rizieq.
Eforia kedatangan imam besar FPI itu ada pada puncak, yang hari ini akan mendapatkan putusan, dari risiko mencapai puncak waktu itu. Semua berakhir antiklimaks. Apa yang dielu-elukan itu kini berujung kelu.
Semua seolah di luar rencana dan prediksi, ketika ada ujaran Nikita soal tukang obat. Semua bubar jalan. Rancangan matang di depan mata menjadi berantakan. Rizieq lepas kendali ketika mengadakan acara keagamaan.
Aparat bergerak maju dan semua drama itu berujung menyerahnya Rizieq ke Mapolda Metro Jaya. Semua  berakhir. Keadaan menjadi lebih terkendali, kecuali media sosial.
Kemarin, dalam persidang Rizieq juga menyebut Dudung hanya berani pada baliho. Hal yang wajar sebagai ungkapan kemarahan dan kejengkelan, terutama putus asa. Semua tidak ada yang peduli lagi,ya karena keputusan Dudung.
Novel Bamukmin mengatakan penghianat berbalut pakaian dinas. Hal yang lagi-lagi ngaco, namun mau apalagi, itu adalah wujud frustasi, di mana keadaan yang sejatinya akan menjadi "milik" tiba-tiba hancur berantakan karena intervensi pada jalur mereka oleh keputusan Dudung.
Peristiwa yang menjadikan kepolisian harus mencopot dua perwira tinggi dan dua perwira menengah, tentu menjadi perhatian besar bagi institusi keamanan dan penegak hukum. Hal yang sangat serius.
Pilihan sangat berbahaya ini dilakukan seperti pemain belakang menghadapi penyerang. Sangat mepet kotak pinalti. Keputusan hanya dalam hitungan seperkian detik, bisa jadi bencana besar. Sliding bersih, aman tidak lagi gol, tapi salah sedikit saja bisa kartu merah, pinalti, dan itu kerugian dobel. Bisa jadi pahlawan bagi tim atau pecundang.
Jadi, Dudung Abdulrahman itu tidak karena Rizieq atau Nikita Mirzani yang membuatnya naik pangkat, promosi, dan mendapatkan bintang tiga di pundak. Namun karena berani memutuskan pada waktu yang sangat krusial, di tengah hiruk pikuk yang tidak jelas.
Bisa saja, mereka berdua itu menjadi pemicu untuk memperlihatkan mutu dan kwalitas teruji dari Dudung Abdulrahman. Katalis, bukan penyebab. Jadi bisa saja berterima kasih pada mereka.
Keputusan yang sangat berani. Di tengah ketidakjelasan persoalan politik, ideologi, hukum, dan narasi yang masih simpang siur, sangat mungkin keputusan itu bisa keliru. Jabatan dan pangkatnya jelas akan berakhir.
Gamang dan gagap kadang membuat orang takut. Â Jiwa militer memang tidak boleh seperti itu, Â layak jika mendapatkan promosi. Ini adalah karakter pemimpin yang cepat dan tepat. Sering orang itu cepat tapi luput, kebat klewat kalau orang Jawa menyebut.
Wajar menjadi seorang panglima pasukan komando strategi. Memimpin pasukan yang memang memerlukan strategi dengan cepat dan tepat dalam pertempuran. Negara, dunia, dan keadaan aman pun tidak bisa dilepaskan dari keberadaan pasukan dan militer. Toh, keberadaan mereka juga masih diperlukan.
Apakah akan melaju menjadi AD-1 atau bahkan Panglima TNI suatu saat? Siapa tahu, bisa jadi demikian, karena memang kinerjanya baik, pada waktu yang sangat krusial.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H