Demi Viral Abai Akal
Ada beberapa kejadian memilukan, memang tidak sepenuhnya demi konten dan viral. Dua kejadian yang mengejar dan berdasar demi mendapatkan kunjungan. Salah satunya kejadian yang sangat memilukan, di tengah duka pandemi dan suka cita lebaran. Semua sudah usai, namun, bagaimana k depannya agar lebih baik. Tidak pantas dan elok jika hanya mencari siap yang salah dan mana yang kebih benar.
Tiga kisah itu sebagai berikut,
Nahkoda cilik membawa korban di Kedung Ombo. Juru mudi, pengemudi perahu usia konon 14 Â tahun. Masih relatif anak-anak, remaja yang masih labil di dalam menghadapi kondisi darurat. Tentu ia belum mampu memilah dan memilih dengan cermat, apalagi cepat.
Mungkin sudah terampil mengemudikan perahu dalam kondisi normal. Nah, ketika penumpang penuh, pada berebut untuk mendapatkan spot photo terbaik, dan kondisi tentu saja kacau, oleng, dan terbalik.
Pernyataannya yang mengatakan, tidak berani menegor, jelaslah. Lha polisi saj dimaki, apalagi ini penjual jasa, anak-anak pula. jawaban lugas, jujur, dan pasti faktanya demikian.
Jelas jauh lebih ngaco adalah penumpang, di mana mereka yang mengedepankan sikap egoisme, tanpa mikir panjang dampak bagi kebersamaan. Hal yang memang sedang jadi gaya hidup kita bersama.
Sama juga dengan orang yang ngotot mudik, ke luar kota, atau berwisata, tanpa mau mengenakan masker, dan sejenisnya. Hanya karena egoisme sendiri.
Ini bukan soal viral yang utama, namun egoisme. Â Konon, ada anak usai tujuh tahun yang meninggal, maaf bahkan jadi mumi di kamar. Usai empa bulan tidak terlihat oleh kakek dan budhenya. Entah bagaimana kisah selengkapnya, belum banyak terekspos, baru kejadian Aisyah ditemukan sudah mengering di kamar.
Ia dinilai nakal dan diberikan tindakan denga ritual keagamaan, dan setelah empat bulan keadaan  jauh berbeda dengan yang diharapkan. Label dan klaim anak nakal, jelas oleh pihak dewasa.