Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Novel Baswedan Berbeda, Bina dan BeraniJujurPecat

17 Mei 2021   16:46 Diperbarui: 17 Mei 2021   16:53 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gegap gempita, penontaktifan kata Novel, dibantah oleh pihak KPK, bukan penonaktifan, tetapi bekerja seturut perintah atasan. Jelas mau meredam, satunya membakar.  Kepentingan yang berbeda.

Pernyataan Jokowi, cara baru di Indonesia, adanya pengampunan. Mirip komunisme di Thailand, meskipun ragu dengan karakter dasar orang-orang sini, tetapi layak dicoba.  Ada harapan dan cukup berbeda dengan model lama yang kadang membuat makin meradang dan ribet.

Pembinaan. Wajar sih, adanya remidi, tapi, jangan kaget akan banyak hasutan, kata-kata kecewa   dan sebagainya karena keadaan ini. Minimalisasi keadaan agar lebih dingin, tanpa melibatkan pihak luar  jauh lebih penting.

Narasi yang beredar di luaran sudah kelewatan dan malah mempertontonkan mana yang benar dan salah. Ngototnya merasa diri baik dan benar secara berlebihan jelas mudah bagi polisi membaca ke mana si penjahat mau bergerak. Ingat, ada polisi juga di KPK, jadi mereka paham cara atau alibi penjahat ketika menyembunyikan perbuatannya.

Kegaduhan bukan harus dijawab dengan sikap keras. Mengalah untuk menang juga penting. Sikap yang jarang dimiliki elit kita. Mengalah dengan menahan diri, sudah berkali ulang dijalankan, lihat contoh-contoh di atas.

Sikap rigid kadang sangat merugikan. Padahal sangat mungkin di dalam pembinaan itu salah satunya adalah tidak mendapatkan tanggung jawab sebagaimana awalnya. Nah, apakah tahan orang yang biasa memerintah, kini adalah bawahan biasa?  Sangat mungkin mereka akan keluar sendiri bukan dipecat sebagaimana kehendak mayoritas publik.

KPK perlu pembenahan. Keadaan sudah tidak baik, karena terlalu banyak narasi, asumsi, dan itu tentu menyita kepercayaan publik. Melakukan OTT saja tidak lagi dipercaya, kan bahaya bagi keberadaan lembaga ini.

Masalah itu salah satunya ya karena memang adanya aturan yang pada masa lalu bisa menjadi alat bagi pihak-pihak tertentu untuk ngendon pada satu bidang. Orang ada batasnya, jenuh atau sisi lain gila kuasa. Siapa yang bisa menjamin orang bertahun-tahun tetap pada jati diri yang semestinya? Di depan uang yang beredar demikian besar?

Lebih dari cukup hilangnya mas dua kilogram, truk yang raib, atau terbongkarnya pemerasan yang ganti dengan penyuapan itu. sangat mungkin itu adalah fenomena gunung es, siapa tahu, karena KPK yang tidak tersentuh itu.

Sangat mungkin dengan UU baru ini, KPK menjadi lembaga yang membumi dan bisa diakses secara transparant semua hal yang memang sudah seharusnya. Contoh, perjalanan kasus, pelaporan, dan tentu keuangan dan anggaran yang ada.

Drama itu masih akan panjang. Menarik adalah apa yang dilakukan Presiden Jokowi, bertolak belakang dengan apa yang Novel Baswedan lakukan. Apakah ini simbolisasi keberadaan kedua pihak? Mangga silakan ditafsirkan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun