Satu, berarti selama ini ada pegawai dan mungkin pejabat KPK yang bekerja menurut kemauan sendiri. Hal ini sudah terang benderang mereka akui selama ini. Menolak pengawas, ini kan karena keberadaan mereka tidak mau diketahui, ngaco, seenaknya sendiri, dan sebagainya. Makin terbukti keadaan yang sebenarnya.
Dua, bukan penonaktifan, hanya harus izin dan perintah. Â Bagus, cukup berani. Masih menenggang bahwa mereka toh sudah bekerja, berjasa, dan tahu banyak mengenai KPK. Wajar mereka tidak dipecat, asal tidak memiliki keleluasaan seperti dulu.
Seolah ada bagian inti KPK yang malah lebih berkuasa dari pada komisioner, Lihat ada  pejabat yang mengerak di sana.
Tiga, ini jauh lebih sadis, menyiksa, dan menyakitkan, di  mana biasanya penguasa mutlak, kini tidak memiliki kewenangan kecuali atas izin dan perintah atasan. Sama juga dengan pejabat yang tidak ada kerjaan, selain menjadi "kacung" semata.
Empat, hati-hati, ingat, mereka ini solid sekian lama. Jangan sampai atasan yang ditunjuk malah kalah dan dikendalikan. Bisa berabe dan berbahaya. Â Penyakit itu menular, berbeda dengan taat aturan itu lebih sulit untuk dijadikan budaya.
Narasi selama ini sangat kental dengan retorika dan itu bukan tidak mungkin akan membawa keadaan yang sama dengan pola yang berbeda, namun orang yang sama. Kan sama juga bohong.
Harapannya sih, demi lebih baiknya KPK. Rekam jejak yang "berseteru" dan yang membela sudah jelas kog. Masih akan panjang, dan KPK yang bersih dan tepercaya lagi menjadi sebuah hadiah lebaran yang sangat indah.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H