Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Salahkah Jokowi Santuni Keluarga Teroris?

5 April 2021   20:07 Diperbarui: 5 April 2021   20:25 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salahkah Santunan untuk Keluarga Teroris?

Saya dengan lugas mengatakan tidak. Mengapa? Beberapa hal layak dicermati dan dicamkan dengan kepala dingin dan hati yang bersih. Jangan kotori dengan asumsi apalagi dikotomi ideologis dan politis pilpres.

Ini soal kemanusiaan dan tanggung jawab sebagai pemimpin. Memang berat, namun itu adalah juga warga negara. Semua adalah anak-anak negeri yang mendapatkan jaminan yang sama. Sebuah ilustrasi layak dicermati menjadi sebuah gambaran.

Ada anak sekolah yang tawuran. Karena menggunakan senjata tajam, ada yang tewas di dalam kejadian itu. Si bapak, pelaku alias terdakwa mendampingi anaknya terus dalam persidangan. Apakah ini sebentuk dukungan pada anak sebagai pelaku kekerasan dan pembunuhan? Jelas tidak. Si bapak mendampingi agar anaknya bertanggung jawab, tidak makin terpuruk, dan makin salah di dalam bergaul.

Nah, posisi ini juga dialami presiden. Pemimpin atas semua warga negara, mau memilihnya atau bahkan tidak mendukungnya sekalipun. Sepanjang masih WNI, mau menyatakan bukan presidennya, pemimpin tetap harus hadir dan menjadi pengayom bagi keberadaan anak-anaknya. Apapun sikap anaknya.

Beberapa hal layak dicermati.

Satu, korban terorisme, keluarga pelaku juga adalah korban. Ingat, mereka itu korban dari perilaku elit mereka yang penakut. Mana pernah sih yang menyuruh itu dihukum. Artinya mereka adalah korban. Mau korban ideologis ataupun sistem, toh mereka juga korban.

Apalagi jika pelaku terorisme itu kepala keluarga. Bagaimana pasangan, atau anak-anak belum tentu tahu dengan baik apa yang orang tua-bapaknya-suaminya lakukan.  Mereka merana sendirian. Dampaknya adalah poin dua berikut.

Dua. Korban sosial dan ekonomi. Mereka sangat mungkin menderita secara sosial dan ekonomi Terutama, jika itu pelaku adalah kepala keluarga. Dampaknya sangat luas.

Kemiskinan bisa menjadi penyebab terorisme. Artinya malah menyuburkan terorisme tradisional. Awalnya ideologis malah berubah.

Dendam. Ini mengerikan lagi, luka batin itu bisa memiliki daya rusak luar biasa. Lihat Joker itu karena luka batin. Lahirlah generasi berikut yang sakit hati dan mau menuntut balas.

Tiga, jika pemerintah tidak hadir justru salah. Tugas pemerintah itu menjamin warga negaranya terpenuhi hak dan kewajibannya. Mau mereka taat, bandel, atau rajin mauun malas, sama di mata hukum dan pemerintah.

Lihat, narapidana saja di sidang dengan ruangan berAC, kendaraan antar-jemput berAC, di dalam sel diberi makan gratis. Ini identik.

Tentu bukan dalam arti bahwa pemerintah mendukung teroris dan malah menggelontorkan dana untuk keluarganya. Ini jelas gorengan yang ngaco.

Saya pikir, ketika Presiden mendengar keluhan warganya, mau keluarga teroris atau bukan, sikapnya akan sama. Nah dengan mengulurkan tangan pada keluarga pelaku terorisme, siapa tahu membuat gerak hati keluarga pelaku teror bisa terusik dan kemudian menyadari kesalahannya.

Ini soal pilihan dan penting. Bagaimana hadir bagi semua orang. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.  

Pelaku teror sudah dihukum, mati di tempat, mau didor, mau meledakan diri, atau cara lain. Mereka sudah selesai. Tetapi, keluarga mereka toh masih hidup dan tetap berlanjut kehidupan mereka. Apakah makin ringan? Belum tentu. Apakah salah jika pemerintah memberikan bantuan? Tidak.

Mereka masih WNI, hidup di RI, itu tanggung jawab sepenuhnya negara. Jauh lebih penting adalah,

Memburu para pendukung aksi terorisme yang masih berkeliaran. Menyuruh orang mati, memuji setinggi langit, dirinya sendiri masih asyik pesta dengan pasangan dan keluarganya. Ini munafik. Salahkan mereka, jangan malah lupa dan menyerang pemerintah yang sedang melaksanakan tugas.

Jadikan terorisme musuh bersama. Mereka ini perusak negeri, jangan malah menghukum yang tidak bersalah. Sangat mungkin keluarga teroris itu juga teroris.Tetapi para motivator, para pencari dana, para pendukung ini jelas lebiih dari sekadar teroris.

Penegakan hukum lebih keras lagi tampaknya lebih dari sekadar retorika. Usung praduga bersalah dalam konteks terorisme. Sepanjang menyatakan dukungan, ciduk duluan, urusan belakangan. Biar tertib di dalam bersikap dan juga mendukung itu perlu konsekuensi. Kasihan yang mati merana, yang hidup masih bisa foya-foya, hanya kata dukungan, doa, dan puja dan puji omong kosong.

Pembiaran selama ini sangat kental dan terasa. Lihat saja orangnya ya itu-itu saja kog. Bahasanya juga sama, rekayasa, surga, senyum, pahlawan, kalau begitu kog mereka bertahun-tahun lalu hanya omong tanpa melakukan?

Kan pahlawan, masuk surga, kog gak mau. Mereka ini hanya mendompleng mayat. Ikut panggung keberanian orang, yang ia sendiri tidak berani. Ini kan tipikal pecundang. Orang mati mereka teriak-teriak, tapi kog ya minta vaksin, sakit juga berobat. Lha kan aneh.

Apa yang diomongkan dan kenyataan bertolak belakang. Apakah mereka juga pernah mengulurkan tangan pada anak-anak yatim korban bom. Baik pelaku apalagii korban? Pasti tidak. Karena mereka biasa mendompelng panggung, kalau berbuat baik pasti dieskpos.

Hentikan pembiaran model pembelaan atau pencerca penegakan hukum. Demokrasi omong kosong kalau membela kekerasan dan menista tertib hukum

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun